PENENTUAN PRIORITAS PADA BAURAN PEMASARAN 4P PUPUK UREA

 


PENENTUAN PRIORITAS PADA BAURAN PEMASARAN 4P PUPUK UREA

HANA FATHIA IZAZI

ABSTRAK 

Merumuskan atau mengembangkan strategi pemasaran merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk dapat meningkatkan penjualan di perusahaan. Bauran pemasaran 4P, yang terdiri dari Product, Price, Promotion, dan Place, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk melakukan hal tersebut. Dengan mengetahui komponen mana yang memiliki prioritas paling tinggi, perusahaan dapat merumuskan strategi pemasaran secara sepesifik dan mengalokasikan sumberdayanya secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran yang digunakan dalam penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process. AHP merupakan suatu metode yang biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah MCDM, tetapi karena kesederhanaan dan fleksibilitasnya, AHP sering kali digunakan untuk meyelesaikan masalah lainnya. General Manager dan Manager Pemasaran PT. X diminta untuk memberikan penilaian dalam perbandingan berpasangan antara masing-masing komponen bauran pemasaran 4P, dengan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap penjualan. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa Place memiliki tingkat kepentingan yang paling tinggi. Price lebih penting dibandingkan dengan Product, dan Promotion memiliki bobot kepentingan terendah. Berdasarkan hasil tersebut, STP, SWOT, dan Porter’s 5 Forces yang dimiliki perusahaan, PT. X disarankan untuk memperluas jaringannya dengan menambahkan kios-kios penjualan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sebagai pengecer. Kata Kunci: Manajemen Pemasaran, Bauran Pemasaran 4P, Pupuk Urea, Analytics Hiearrchy Process.

ABSTRACT Marketing strategy has its own important role in increasing sales. By formulating the right marketing strategy, a company can increase their sales significantly. 4Ps marketing mix is a tool, consist of Product, Price, Promotion, and Place, that widely use to formulate marketing strategy. It will be beneficial for a company if they know which P is the most important, so they can formulate specific marketing strategies and allocate their resources effectively. This study aims to find the important weight of each P in the 4Ps marketing mix used in the retail sales of urea fertilizer by PT. X using Analytic Hierarchy Process. AHP is a method used by many decision makers to solve Multi Criteria Decision Making (MCDM) problems. Because of its simplicity and flexibility, AHP is frequently used to solve other problems. The General Manager and Manager of Marketing of the company are asked to give their judgement on the pairwise comparisons between each P of the 4Ps marketing mix, considering their impacts on sales. The result shows that Place have the highest important weight. Price is more important than Products, and Promotion is the least important. This study suggested the company to broaden its network, by adding more kiosks.

BAB I 

PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang 

Penjualan merupakan salah satu aspek yang memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan suatu perusahaan. Penjualan sering kali menjadi jalan utama bagi perusahaan untuk memperoleh pundi-pundi rupiah, yang selanjutnya akan digunakan perusahaan untuk hal-hal seperti misalnya memperoleh keuntungan, memenuhi kebutuhan operasional, investasi, proyek, dan lain hal sebagainya. Semakin tinggi tingkat penjualan yang berhasil dicapai oleh perusahaan, maka akan semakin besar pundi-pundi rupiah yang akan didapatkan oleh perusahaan, begitu pula sebaliknya. Penurunan penjualan dapat menjadi masalah besar bagi perusahaan. Keuntungan yang diperoleh perusahaan akan berkurang atau bahkan tidak ada. Perusahaan akan kesulitan memenuhi kebutuhan operasionalnya. Perusahaan juga akan kesulitan untuk membiayai investasi atau proyek yang dapat mengembangkan perusahaan. Pada kasus yang ekstrim dan berkepanjangan, penurunan penjualan dapat mengantarkan perusahaan pada kebangkrutan. Oleh karena itu, perusahaan akan melakukan berbagai usaha guna meningkatkan atau menjaga penjualannya pada tingkat yang tinggi. PT. X merupakan sebuah perusahaan berbentuk perseroan terbatas dengan usaha di bidang industri pupuk, petrokimia, agrokimia, agroindustri, dan kimia lainnya yang berkantor pusat di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Perusahaan ini didirikan sejak tahun 1959, dan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pupuk dan kimia lainnya pertama di Indonesia. Produk utama yang diproduksi dan dipasarkan oleh PT. X adalah pupuk urea, dengan ammonia, NPK, dan pupuk lainnya sebagai produk sampingan. Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara atau nutrisi yang dibutuhkan untuk menunjang tumbuh dan berkembangnya tanaman (Sari, 2019).  

Pupuk urea dan ammonia diproduksi dengan menggunakan 4 unit fasilitas produksi dengan total kapasitas produksi mencapai 2.617.000 ton pupuk urea per tahun dan 1.716.000 ton ammonia per tahun. Sedangkan NPK diproduksi dengan menggunakan 3 unit fasilitas produksi dengan kapasitas masing-masing mecapai 100.000 ton NPK per tahun. Pupuk urea yang diproduksi oleh PT. X memiliki spesifikasi kandungan nitrogen sebesar 46%, air 0,5%, biuret maksimal 1%, dan berbentuk prill tidak berdebu dengan ukuran 1 – 3,35 mm minimal 90% yang dikemas secara curah dan kemasan berbobot 1 kg, 5 kg, 10 kg, 25 kg, dan 50 kg. Pupuk urea yang diproduksi digunakan untuk memenuhi dua jenis jalur penjualan, yakni Public Service Obligation (PSO) atau penugasan pemerintah atau subsidi dan Non-PSO. Kewajiban penjualan pupuk urea dengan jalur PSO harus dipenuhi terlebih dahulu, sesuai dengan kuota dan daerah pemasaran yang telah ditentukan. Kemudian produksi pupuk urea yang tersisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar melalui penjualan komersil yang mencangkup penjualan kepada perkebunan, industri, dan ekspor, dan penjualan ritel. Dari Laporan Penjualan Pupuk Urea PT. X tahun 2018 dan 2019, terlihat adanya penurunan penjualan pupuk urea sebesar 309.025 ton atau sekitar 14% pada tahun 2019. Besarnya penjualan pupuk urea PSO bergantung pada besarnya kuota yang ditugaskan pemerintah, sedangkan besarnya penjualan pupuk urea Non-PSO bergantung pada keadaan pasar. Oleh karena itu, perusahaan perlu memusatkan perhatiannya pada penurunan penjualan pupuk urea Non-PSO sebesar 134.571,99 ton atau 15% pada tahun 2019. Tabel 1.1 menunjukkan besarnya penjualan pupuk urea, secara keseluruhan, PSO dan Non-PSO pada tahun 2018 dan 2019.

Dari total penurunan penjualan pupuk urea Non-PSO pada tahun 2019, sebesar 35,5% berasal dari penjualan komersil, dimana terdapat penurunan sebesar 47.780,73 ton atau 6% pada tahun 2019. Sedangkan sebesar 64,5% berasal dari penjualan ritel yang dilakukan oleh PT. X semenjak awal tahun 2018 terhadap pupuk urea dalam kemasan, dimana terdapat penurunan yang tajam pada tahun 2019, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1.1

Pada Gambar 1.1 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan sebesar 86.791, 27 ton atau sebesar 64,13% dari total penjualan ritel pupuk urea pada tahun 2018 sebesar 135.330,62 ton menjadi 48.539,35 ton pada tahun 2019. Terdapat peningkatan pada akhir tahun 2019 – awal tahun 2020, dikarenakan telah memasuki musim tanam. Meskipun begitu, penjualan ritel pupuk urea pada musim tanam tersebut belum sebaik penjualan pada musim tanam tahun 2018, dimana pada puncaknya penjualan mampu mencapai 20.480,92 ton (Maret 2018). Hal tersebut tentu menjadi masalah bagi perusahaan, karena penurunan penjualan ritel pupuk urea dapat mengakibatkan penurunan penjualan secara keseluruhan, yang mana selain akan berdampak pada pemasukan perusahaan, juga pada penumpukkan pasokan pupuk di gudang PT. X. Dari Gambar 1.2, dapat dilihat bahwa hampir setiap bulan jumlah produksi pupuk urea PT. X berada di atas jumlah penjualan pupuk urea, sehingga menimbulkan inventori. 


Sayangnya, menurunkan tingkat produksi pupuk urea tidak menjadi pilihan bagi perusahaan karena dianggap tidak menguntungkan. Penurunan tingkat produksi pupuk urea berdampak pada pemborosan bahan baku, penurunan efisiensi, dan peningkatan harga pokok akibat fixed cost yang ditanggung oleh tingkat produksi yang lebih kecil.

Harga pokok produksi pupuk urea dipengaruhi oleh bahan baku gas alam sebesar 70%. Di pasar internasional, harga gas alam dapat bergerak naik dan turun. Ketika harga gas alam bergerak turun, produsen pupuk urea di luar negeri dapat 0.00 50000.00 100000.00 150000.00 200000.00 250000.00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des Jan 2019 2020 Produksi Penjualan 5 menurunkan harga jual pupuk urea. Sementara itu, di Indonesia, harga gas alam tidak pernah turun. Ketika harga jual pupuk urea impor sedang turun, harga pupuk urea produksi dalam negeri menjadi tidak kompetitif. Hal tersebut sangat mempengaruhi penjualan komersil, yang pesaingnya tidak hanya berasal dari dalam negeri. Perusahaan memiliki dua pilihan untuk mengatasi hal tersebut., yakni melakukan penjualan sebanyak-banyaknya dengan pertimbangan untuk mengurangi kerugian, memenuhi operating cashflow, dan mengurangi cost of money, atau menunda penjualan dan memenuhi operating cashflow dengan pinjaman yang berakibat pada meningkatnya cost of money. Saat ini, perusahaan menilai bahwa melakukan penjualan sebanyak-banyaknya lebih menguntungkan dibandingkan menunda penjualan hingga harga pupuk urea kembali kompetitif, dikarenakan perusahaan masih memiliki cadangan keuntungan dari penjualan pupuk urea PSO. Penjualan ritel merupakan salah satu langkah yang dilakukan perusahaan untuk melakukan penjualan sebanyak-banyaknya. Persaingan di dalam pasar pupuk urea ritel dikuasai oleh produsen-produsen dalam negeri dan berdiri di bawah 1 perusahaan holding yang sama, sehingga seharusnya penjualan ritel pupuk urea memiliki peluang yang baik. Sangat penting bagi PT. X untuk dapat meningkatkan penjualan ritel pupuk urea. Perusahaan tentunya telah menerapkan beberapa strategi pemasaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut, seperti misalnya mengoptimalisasi jaringan distribusi, transformasi digital, peningkatan kompetensi pemasar, peningkatan loyalitas dan retensi pelanggan, dan peningkatan layanan pelanggan. Sayangnya, strategi-strategi tersebut belum mampu mengembalikan penjualan ritel pupuk urea pada besaran yang berhasil dicapai pada tahun 2018. Perusahaan perlu merumuskan strategi pemasaran baru, ataupun mengembangkan strategi pemasaran yang saat ini telah dilakukan untuk penjualan ritel pupuk urea. Salah satu alat pemasaran yang sering kali digunakan adalah bauran pemasran, dimana di dalamnya terdapat komponen-komponen esensial yang menyusun suatu pemasaran. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tinungki, et al. (2018), Karim, et al. (2014), dan Sukotjo, et al. (2010) terlihat bahwa bauran pemasaran memiliki pengaruh positif terhadap penjualan suatu produk, baik secara simultan maupun parsial.

Terdapat beberapa versi bauran pemasaran, diantaranya 4P dan 7P. Pada penelitian ini, bauran pemasaran 4P, yang terdiri atas 4 komponen berupa product, price, promotion, dan place dipilih dengan pertimbangan pada penjualan ritel pupuk urea yang dilakukan oleh PT. X, hanya memiliki produk untuk dijual. PT. X belum menyediakan jasa untuk dijual bersama produk dalam penjualan ritel pupuk urea, sehingga belum memerlukan komponen lainnya seperti people, process, dan physical evidence. Menurut Khodaparasti, et al. (2015) dengan mengetahui prioritas dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, terutama pada aspek perencanaan alokasi sumberdaya. Oleh karena itu, akan sangat baik apabila PT. X mengetahui bobot kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea. PT. X kemudian dapat merumuskan atau mengembangkan strategi pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea yang spesifik berdasarkan prioritas dari masing-masing komponen agar peningkatan penjualan dapat tercapai. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Khodaparasti, et al. (2015) untuk mengetahui prioritas masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan produk berupa pintu HDF, MDF dan anti-fire yang diproduksi oleh Javis Darb Company, metode AHP digunakan karena sifatnya yang fleksibel, memiliki daya tarik intuitif bagi pengambil keputusan, dan memiliki kemampuan untuk mendeteksi ketidakkonsistenan Analytic Hierarchy Process atau AHP merupakan metode yang pada awalnya dikembangkan untuk menyelesaikan masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM). Namun karena kesederhanaan dan fleksibilitasnya, AHP sering kali digunakan untuk menyelesaikan masalah lain. AHP mampu menghasilkan bobot kepentingan suatu atribut relatif terhadap atribut lainnya, AHP memanfaatkan perbandingan berpasangan atau pairwise comparison, dimana masing-masing atribut yang dinilai dibandingkan dengan satu sama lain (Shahin dan Mahbod, 2007; Afzal dan Sadim, 2018). Bobot yang didapatkan menggambarkan tingkat kepentingan dari atribut dibandingkan dengan 7 atribut lainnya yang dinilai. Semakin besar bobot yang didapatkan oleh suatu atribut, menggambarkan bahwa atribut tersebut memiliki tingkat kepentingan yang semakin tinggi.

Pada penelitian ini, Peneliti bermaksud untuk mengetahui prioritas dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. Analytics Hierarchy Process akan digunakan untuk mengolah penilaian terhadap kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X beserta elemen-elemen penyusunnya. Diharapkan dengan mengetahui prioritas tersebut, PT. X dapat merumuskan atau mengembangkan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan penjualan ritel pupuk urea, maupun secara keseluruhan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, masalah yang ingin diselesaikan Peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 

1. Bagaimana bobot kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea? 2. Komponen mana dari bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea yang memiliki prioritas paling tinggi? 3. Saran apa yang dapat diberikan kepada PT. X berdasarkan prioritas komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea? 1.3 Asumsi dan Batasan Masalah Dalam penelitian ini, terdapat asumsi dan batasan masalah sebagai berikut: 1. Penelitian dilakukan di PT. X. 

2. Penjualan yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. 

3. Data produksi dan penjualan pupuk urea PT. X dalam penelitian ini memiliki cut-off pada Januari 2020. 

4. Penelitian ini terbatas pada identifikasi prioritas dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea, tidak sampai kepada perumusan atau pengembangan strategi. 

5. Eksekutif pemasaran PT. X memiliki pengetahuan yang baik terhadap proses bisnis di PT. X. 

1.4 Tujuan Penelitian 

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui bobot kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea, sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi komponen mana yang lebih memerlukan fokus perusahaan. 

1.5 Manfaat Penelitian 

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak sebagai berikut: 1. Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Magister Manajemen Teknologi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 2. PT. X Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan bagi eksekutif di PT. X, khususnya eksekutif pemasaran terkait dengan perumusan strategi perusahaan untuk meningkatkan penjualan pupuk urea Non-PSO PT. X, baik pada ritel maupun keseluruhan.

1.6 Sistematika Penulisan Tesis ini disusun dengan mengikuti sistematika penulisan yang telah ditentukan sebagai berikut:

 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, dijabarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, beserta asumsi dan batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, dijabarkan pula tujuan yang ingin dicapai, dan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini. Pada bagian latar belakang, dijelaskan masalah yang menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian ini. 

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Bab ini berisi penjabaran dari dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi spesifikasi produk pupuk urea oleh PT. X, proses produksi pupuk urea di PT. X, proses bisnis pupuk urea PT. X, strategi pemasaran pupuk urea PT. X saat ini, definisi penjualan ritel, definisi bauran pemasaran 4P, dan Analytic Hierarchy Process. Selain itu, terdapat pula penjabaran singkat dari penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan dengan penelitian ini. 

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Rancangan penelitian dijelaskan pada bab ini, bagaimana langkahlangkah yang dilakukan, bagaimana data diambil dan diolah hingga memperoleh hasil yang mampu menjawab rumusan masalah, dan kesimpulan apa yang ingin ditarik dari hasil yang didapatkan, dan saran apa yang ingin diberikan. 

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini, ditunjukkan rekapitulasi data primer kuantitatif berupa penilaian kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, serta garis besar pengolahan data menggunakan Analytics Hierarchy Process.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, peneliti memberikan kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil yang didapatkan dalam penelitian ini. Selain itu, peneliti juga memberikan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi PT. X, dan penelitian-penelitian sejenis selanjutnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Pupuk Urea PT. X

Pupuk urea merupakan salah satu pupuk buatan anorganik yang banyak digunakan oleh petani dalam melakukan aktivitas produksi di dalam sektor pertanian karena kadar nitrogen di dalamnya yang cukup tinggi. Nitrogen yang memiliki lambang unsur N merupakan salah satu zat hara yang penting, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Fungsi utama dari unsur ini ialah sebagai bahan sintesis klorofil, protein dan asam amino. Unsur Nitorgen dibutuhkan oleh tanaman dengan kadar yang cukup tinggi. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan tanaman berwarna pucat dan kekuningan, pertumbuhan yang lambat dan kerdil, pertumbuhan buah yang tidak sempurna atau masak sebelum waktunya, dan pada kasus kekurangan yang ekstrim daun tanaman menjadi kering dan rontok. Oleh karena itu, penggunaan pupuk urea menjadi penting, karena dalam beberapa kasus, lingkungan sekitar tanaman tidak memiliki kadar nitrogen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pupuk urea yang diproduksi oleh PT. X memiliki kandungan yang sebagian besar adalah nitrogen, dengan spesifikasi produk sebagai berikut: a. Kandungan: ▬ Nitrogen: 46,2% ▬ Biuret: maksimal 1% ▬ Moisture / air: maksimal 0,5% ▬ Fe: maksimal 1 ppm ▬ NH3 bebas: maksimal 150 ppm b. Warna: ▬ Putih untuk pupuk urea Non-PSO (non-subsidi) ▬ Merah muda untuk pupuk urea PSO (subsidi) 
c. Berbentuk prill tidak berdebu dengan ukuran 1 – 3,35 mm minimal 90% d. Bersifat higroskopis dan mudah larut dalam air. 2.2 Proses Produksi Pupuk Urea di PT. X Secara garis besar, pupuk urea dapat digambarkan sebagai produk hasil reaksi kimia antara ammonia dan karbondioksida. Untuk melakukan hal tersebut, dibutuhkan fasilitas produksi yang memiliki teknologi tinggi. Gambar 2.1 menunjukkan alur pembuatan pupuk urea di fasilitas produksi pupuk urea yang dimiliki oleh PT. X. PT. X saat ini memiliki 4 unit fasilitas produksi pupuk urea, dimana setiap unit fasilitas produksi tersebut terdiri atas 2 sub-unit, yakni pabrik ammonia dan pabrik urea. Pabrik utilitas merupakan sub-unit lainnya, yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan operasional bagi pabrik ammonia dan pabrik urea.

Proses produksi pupuk urea dimulai di pabrik ammonia dengan mengolah bahan baku berupa gas bumi menjadi ammonia dan CO2. Kemudian kedua zat 13 tersebut direaksikan di pabrik urea hingga menjadi pupuk urea yang siap dipasarkan oleh PT. X.

2.2.1 Proses Produksi di Pabrik Ammoni

Proses produksi pupuk urea di PT. X dimulai dengan proses produksi ammonia atau NH3 di pabrik ammonia. Bahan baku permbuatan ammonia adalah gas bumi yang diperoleh dari pemasok dengan komposisi utama methane (CH4) sekitar 70% dan karbondioksida (CO2) sekitar 10%. Sebelum digunakan di dalam proses produksi ammonia, gas bumi perlu dibersihkan dari partikel padat, sulfur, hidrokarbon berat, dan CO2 terlebih dahulu, agar tidak terjadi reaksi kimia yang tidak diinginkan. Tahap tersebut disebut dengan tahap feed treating. Tahap selanjutnya disebut dengan reforming dimana gas bumi dicampur dengan uap air bertekanan 42kg/cm2 di dalam alat yang disebut dengan saturator, sebelum dialirkan ke dalam primary reformer dan secondary reformer. Hasil yang diperoleh dari tahap reforming adalah hidrogen, nitrogen, dan karbondioksida. Karbondioksida yang terkandung dalam hasil tahap tersebut kemudian dipisahkan melalui tahap purification. Karbondioksida yang telah terpisah kemudian dikirim ke pabrik urea untuk digunakan sebagai bahan baku. Tahap selanjutnya adalah tahap sintesa. Hidrogen dan nitrogen dengan perbandingan 3:1 dimampatkan hingga mencapai tekanan tertentu yang sesuai untuk proses di ammonia converter, dimana di dalamnya terjadi reaksi pembentukan pada temperatur 400-500°C dan tekanan 140 kg/cm2 . Tahap terakhir dari proses produksi ammonia adalah tahap pemurnian, dimana ammonia yang telah terbentuk dipisahkan dengan komponen lainnya dengan menggunakan pendinginan secara bertahap. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah ammonia dingin bersuhu -33°C yang dikirim ke tangki penyimpanan dengan tekanan 4,96 kg/cm2 , dan ammonia panas bersuhu 30°C yang dikirim ke pabrik urea dengan tekanan 18 kg/cm2 untuk digunakan sebagai bahan baku. 
 
2.2.2 Proses Produksi di Pabrik Urea 

Proses produksi pupuk urea di pabrik urea terdiri atas 5 tahap dengan menggunakan bahan baku yang telah dikirimkan dari pabrik ammonia. Tahap 14 pertama adalah tahap sintesa. Pada tahap ini NH3 cair direaksikan dengan CO2 pada tekanan 175 kg/cm2 , dengan hasil samping berupa ammonium carbanate. Pada tahap selanjutnya, yakni tahap purification, ammonium carbanate dan kelebihan ammonia dipisahkan dari larutan urea dengan menggunakan high pressure decomposer terlebih dahulu, sebelum dipisahkan menggunakan low pressure decomposer. Selanjutnya larutan urea melalui tahap kristalisasi, sebelum dipisahkan dengan menggunakan centrifuge. Kristal urea kemudian dikeringkan hingga mencapai 0.2% berat semula dengan udara panas, untuk selanjutnya dikirim ke bagian atas prilling tower untuk dilelehkan dan dimasukkan ke dalam distributor. Dari distributor tersebut, urea cair dijatuhkan ke bawah sembari didinginkan oleh udara yang dihembuskan dari bagian bawah prilling tower. Tahap ini disebut dengan tahap pembutiran. Hasil yang diperoleh dari tahap tersebut adalah urea butiran (prill) yang siap dikirimkan ke bulk storage atau bagian pengemasan. Tahap terakhir yang terdapat dalam proses produksi di pabrik urea adalah tahap recovery. Pada tahap ini, kelebihan ammonia dari tahap purification diserap dengan menggunakan absorber dengan dua tahap penyerapan, untuk kemudian digunakan kembali sebagai bahan baku pada tahap sintesa proses produksi pupuk urea.

2.2.3 Proses Produksi di Pabrik Utilitas

Bahan baku yang diolah pada sub-unit ini berupa air yang berasal dari Sungai Musi, udara yang diperoleh dari alam bebas, dan gas bumi yang diperoleh dari pemasok. Hasil yang diperoleh dari pengolahan bahan baku tersebut kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional di pabrik ammonia dan pabrik urea. Air dari Sungai Musi akan dialirkan ke unit pengolahan air yang bernama Water Treatment Plant, dimana dilakukan proses penanganan hingga menghasilkan air bersih dengan pH 6,5-7,5, turbidity kurang dari 3,0 ppm, dan kandungan besi 0,1 ppm. Kemudian air dialirkan ke tangki penyimpanan, atau disebut dengan filtered water tank, sebelum digunakan untuk berbagai kebutuhan, seperti misalnya bahan baku air demineral, cooling water, dan kebutuhan kantor dan perumahan atau service water. Air demineral merupakan air bersih yang mengalami penanganan lainnya di Demineralized Water Plant untuk menghilangkan kandungan mineralnya.

Air demineral digunakan sebagai bahan baku pada proses pembuatan uap air di boiler. Cooling water merupakan air yang digunakan untuk mendinginkan sistem di pabrik melalui sebuah sistem yang disebut dengan open recirculating cooling water system, dengan memanfaatkan cooling tower. Proses pengolahan air lainnya yang terjadi pada pabrik utilitas memanfaatkan condensate stripper yang berfungsi untuk memisahkan air dari ammonia dan karbondioksida. Umpan masuk ke dalam condensate stripper bagian atas (top), sebelum dilanjutkan ke bagian bawah (bottom). Hasil yang didapatkan berupa gas buangan, dan air panas yang kemudian didinginkan dengan memanfaatkan cooling water system sebelum diproses kembali menjadi air demineral. Pabrik utilitas juga memiliki sistem penghasil uap yang memanfaatkan dua jenis boiler, yaitu package boiler dan waste heat boiler (WHB). Package boiler memanfaatkan gas bumi sebagai bahan bakar, sedangkan WHB memanfaatkan panas gas buang dari gas turbine generator (GTG). Uap air yang dihasilkan sebagian besar digunakan untuk proses produksi di pabrik urea, sedangkan sisanya ke pabrik ammonia. Pabrik ammonia tidak banyak memerlukan kiriman uap air dikarenakan mampu menghasilkan uap air sendiri dengan memanfaatkan panas gas buang dari reformer. Gas metering station merupakan bagian dari pabrik utilitas yang berfungsi untuk menerima dan menangani gas bumi, seperti misalnya proses pembersihan, proses distribusi, proses pengukuran dan pencatatan, dan proses pengaturan tekanan. Sebagian dari gas bumi yang diterima digunakan sebagai bahan baku, sedangkan sebagian lainnya digunakan bahan bakar pada steam system, dan electric power generation system dengan menggunakan GTG untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik di area pabrik, kantor, dan perumahan. Udara dari alam bebas sekitar pabrik dihisap dengan menggunakan kompresor, sehingga memiliki tekanan sebesar 5kg/cm2 dan bertemperatur ambient, untuk selanjutnya diolah menjadi udara pabrik dan udara instrumen. Pengolahan dilakukan untuk menghilangkan kadar air yang terkandung di dalam udara. Udara pabrik merupakan udara yang digunakan untuk melakukan aktivitas di area pabrik, seperti misalnya purging, pengantongan, dan lain-lain. Sedangkan udara instrumen merupakan udara yang digunakan untuk menggerakan instrumen (pneumatik), seperti control valve .

2.3 Proses Bisnis Pupuk Urea di PT. X 

Proses bisnis utama pupuk urea di PT. X dimulai dengan adanya permintaan dari konsumen yang perlu dipenuhi oleh perusahaan. Permintaan pupuk urea datang dari dua jalur penjualan, yaitu jalur PSO (Public Service Obligation) atau penugasan pemerintah atau subsidi dan jalur Non-PSO. Secara garis besar, proses bisnis utama pupuk urea di PT. X dapat digambarkan dengan diagram alur pada Gambar 2.2.

Permintaan dari konsumen masuk ke perusahaan melalui Bagian Penjualan. Kemudian Bagian Penjualan meneruskan informasi kepada Bagian Pemasaran dan Distribusi. Bagian Pemasaran bertanggung jawab dalam mempersiapkan pasokan pupuk urea yang akan dikirim, dengan mengirimkan permintaan pasokan kepada Bagian Produksi untuk dipenuhi. Kemudian Bagian Pemasaran dan Distribusi menyiapkan rencana untuk pengiriman pupuk urea, mencangkup transportasi apa 17 yang akan digunakan, kapan pengiriman dilakukan, apakah secara curah atau kemasan. 

Pada jalur PSO, jumlah pupuk urea dan daerah pemasaran telah ditentukan oleh perusahaan induk berdasarkan peraturan yang diterbitkan oleh Kementrian Perdagangan dan Kementrian Pertanian Republik Indonesia, untuk menjamin ketersediaan pupuk di seluruh wilayah Indonesia. Kewajiban penjualan pupuk urea dengan jalur PSO harus dipenuhi terlebih dahulu, sebelum PT. X melakukan penjualan dengan jalur Non-PSO. Penjualan pupuk urea pada jalur Non-PSO mencangkup penjualan komersil dan penjualan ritel. Pada penjualan komersil, pupuk urea dijual kepada perkebunan, industri, dan konsumen di luar negeri melalui kegiatan ekspor. Pada penjualan ritel, pupuk urea dijual kepada perkebunan rakyat dengan memanfaatkan Kantor Penjualan Daerah (KPD), dan kios-kios milik distributor atau pengecer. Daerah pemasaran untuk penjualan komersil dan ritel tidak ditentukan oleh pemerintah maupun perusahaan induk. Perusahaan memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri daerah pemasarannya. PT. X juga diizinkan untuk melakukan penjualan jalur Non-PSO (komersil dan ritel) di daerah pemasaran untuk penjualan jalur PSO, sehingga di daerah tersebut akan tersedia jenis pupuk urea, yaitu pupuk urea subsidi dan non-subsidi. Perusahaan memiliki sistem distribusi yang didukung oleh 7 dermaga untuk kepentingan pengiriman pupuk urea melalui jalur air. Sedangkan kapal yang digunakan disewa dari perusahaan lain, dengan daya angkut sebesar 8.500 – 11.000 ton. Selain itu, perusahaan juga melakukan pengiriman pupuk urea melalui jalur darat dengan menggunakan truk pengangkut. Perusahaan juga memiliki fasilitas berupa gudang dan Unit Pengantongan (UP) yang tersebar di beberapa daerah. UP memiliki tugas untuk melakukan pengemasan terhadap pupuk urea yang masih dikirim secara curah. Dalam rangka menjaga kepuasan dan kesetiaan para konsumennya, PT. X menyediakan layanan purna penjulan yang baik dan responsif, dengan menerima dan menyelesaikan aduan konsumen yang mengalami ketidak puasan pada produk yang diterima. Selain itu, proses bisnis pendukung pupuk urea mencangkup pengelolaan keuangan, pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan fasilitas produksi, pengelolaan teknologi informasi, dan pengelolaan umum

2.4 Strategi Pemasaran Pupuk Urea PT. X 

Dalam melakukan pemasaran pupuk baik yang dijual pada jalur PSO, maupun Non-PSO, saat ini perusahaan menerapkan beberapa strategi pemasaran sebagai berikut: 1. Pemenuhan stok pupuk urea dalam kemasan dan produk inovasi di gudang-gudang daerah. 2. Pelaksanaan kegiatan pameran di beberapa event nasional. 3. Pelaksanaan kegiatan pasar murah pupuk urea. 4. Pelaksanaan layanan pelanggan dengan melakukan pendataan pembeli dan menghubungi pembeli terkait layanan perusahaan. 5. Pelaksanaan sosialisasi, baik dilakukan sendiri, maupun kerjasama dengan pihak ketiga, secara langsung, maupun melalui media. 6. Pelaksanaan program pendampingan petani, dengan memberikan rekomendasi sesuai hasil uji tanah dan analisa yang dilakukan oleh petugas dari perusahaan 7. Pemenuhan stok pupuk urea Non-PSO sebesar 200 kg untuk setiap KPD dan kios. 8. Penambahan gudang di beberapa kabupaten. 9. Pelaksanaan survey kepuasan pelanggan dan survey produk & layanan. 10. Pemasangan spanduk Selamat Hari Raya Idul Fitri di setiap daerah. 

2.5 Penjualan Ritel (Retailing)

Penjualan ritel merupakan salah satu bentuk penjualan produk kepada konsumen akhir, dimana penjualan dilakukan secara eceran atau berskala kecil untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Penjualan ritel dapat dibedakan menjadi dua, yakni ritel berbasis toko dan ritel berbasis non-toko. Penjualan ritel berbasis non-toko dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu direct marketing, direct selling, automatic vending, dan buying service, sedangkan 19 penjualan ritel berbasis toko dapat dibagi menjadi 9 jenis, yaitu (Kotler dan Keller, 2016): ▬ Specialty Store : Jenis toko eceran yang menjual barang dengan kategori tertentu. ▬ Department Store : Jenis toko eceran yang menjual beberapa jenis barang ▬ Supermarket : Jenis toko eceran yang menyediakan berbagai macam kebutuhan sehari-hari konsumen, seperti makanan dan kebutuhan rumah tangga. ▬ Convinience Store : Jenis toko eceran yang biasanya terletak ditengah pemukiman, dan buka 24 jam, serta menyediakan beberapa kebutuhan sehari-hari konsumen. ▬ Drug Store : Jenis toko eceran yang menyediakan barangbarang kebutuhan terkait kesehatan, kecantikan dan personal care. ▬ Discount Store : Jenis toko eceran yang menyediakan barangbarang dengan harga murah dalam skala besar. ▬ Off-Price Retailer : Jenis toko eceran yang menjual barang-barang sisa. ▬ Superstore : Jenis toko eceran yang menjual berbagai macam kebutuhan sehari-hari konsumen, seperti makanan dan kebutuhan rumah tangga, disertai beberapa pelayanan. ▬ Catalog Showroom
 
2.6 Segmentation, Targeting, Positioning 

Segmentation, Targeting, Postioning atau yang biasa disebut dengan STP merupakan suatu langkah yang dilakukan oleh perusahaan untuk menempatkan produk atau jasanya pada pasar yang tepat. Segmentation atau pembagian pasar menjadi kelompok-kelompok dilakukan dengan melakukan analisis terhadap lingkungan dan komposisi pasar potential buyer yang memiliki kebutuhan, 20 perilaku, atau karakteristik yang sama. Penentuan segmentation dapat dilakukan secara geografis (contoh: wilayah, urban/suburban/rural, kepadatan penduduk), demografis (contoh: umur, jenis kelamin, status pernikahan, status sosial-ekonomi), psikografis (contoh: gaya hidup, kepribadian, persepsi nilai dan motivasi), atau berdasarkan perilaku (contoh: laju pemakaian, volume pemakaian, tujuan pemakaian). Setelah segmentation dari pasar ditentukan, perusahaan perlu melakukan targeting, yaitu penentuan terhadap kelompok mana yang akan dipenuhi kebutuhannya dengan produk atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam melakukan hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan 3 jenis pendekatan. Pendekatan pertama adalah undifferentiated marketing, dimana pasar diasumsikan sebagai unit yang homogen, sehingga tidak terdapat perbedaan yang signifikan dinatara individu di dalam pasar tersebut. Pendekatan kedua adalah differentiated marketing yang melibatkan pengembangan beberapa bauran pemasaran yang masing-masing ditujukan untuk segmen yang berbeda. Pendekatan ketiga adalah concentrated marketing yang melibatkan spesialisasi pada segmen pasar tertentu. Kemudian, perusahaan perlu melakukan positioning atau penciptaan image positif dari produk atau jasa yang ditawarkan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk membedakan produk atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan dengan kompetior yang sudah ada, maupun potensial (Stone & Desmond, 2007)

2.7 Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats 

Analisis strength, weakness, opportunities, threats atau yang lebih dikenal dengan analisis SWOT merupakan suatu alat yang diciptakan oleh konsultan manajemen berkebangsaan Amerika, Albert Humphrey pada tahun 1966. Analisis tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki oleh perusahaan, serta mengetahui kesempatan dan ancaman yang berasal dari eksternal perusahaan (Anderson, et al., 2014). Analisis SWOT dilakukan dengan membandingkan antara kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang bertujuan untuk mengidentifikasi strategi untuk memanfaatkan kesempatan, menangkal anacaman, membangun dan melindungi kekuatan, dan menghilangkan kelemahan yang dimiliki oleh 21 perusahaan (Hill, et al., 2015). SWOT adalah suatu alat yang sangat penting yang dapat digunakan oleh manajer untuk mengembangkan strategi bagi perusahaan. Dengan mencocokkan antara kekuatan dan kesempatan, kelemahan dan kesempatan, kekuatan dan ancaman, serta kelemahan dan ancaman yang dimiliki oleh perusahaan (David dan David, 2017). Faktor internal yang dapat dinilai sebagai kekuatan atau kelemahan dari perusahaan diantaranya berupa pengalaman, kemampuan manajerial, kemampuan dari satuan kerja, kualitas produk, keadaan finansial, dan kekuatan dari merk yang dimiliki oleh perusahaan. Sedangkan faktor eksternal yang dapat dinilai sebagai kesempatan atau ancaman diantaranya berupa teknologi baru, halangan dalam memasuki pasar, potensi membuka pasar di wilayah baru, serta preferensi dan demografi konsumen yang berubah (Anderson, et al., 2014).

2.8 Porter’s Five Forces Model 

Porter’s Five Forces merupakan salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk mengembangkan strategi di berbagai industri (David dan David, 2017). Model tersebut dikembangkan oleh Michael Porter, seorang pakar ekonomi dan strategi pada tahun 1979. Gambar 2.3 menggambarkan model Porter’s Five Forces


Di dalam model Porter’s Five Forces, terdapat 5 kekuatan kompetitif (competitive forces) yang dipercaya secara kolektif mampu menentukan struktur dari suatu industri, membentuk interaksi kompetitif dari industri tersebut, dan menentukan profitabilitas, yaitu daya tawar dari pemasok (the bargaining power of suppliers), daya tawar dari pembeli (the bargaining power of buyers), persaingan diantara kompetitor yang ada, ancaman pemain baru, dan ancaman produk pengganti (Anderson, et al., 2014). Persaingan diantara kompetitor yang ada berada di bagian tengah model, mempengaruhi dan dipengaruhi 4 komponen lainnya. Persaingan mengacu pada perjuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermain di dalam suatu industri untuk memperoleh market share dari satu sama lain. Perjuangan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan harga, desain produk, iklan, kegiatan promosional, usaha penjualan secara langsung, sertapelayanan dan dukungan setelah pembelian (Hill, et al., 2015). Selain menghadapi kompetitor yang sudah ada, perusahaan juga perlu mempersiapkan diri akan kemungkinan masuknya pemain baru ke dalam industri. Ketika suatu industri menguntungkan, dan halangan untuk masuk sedikit, maka kompetisi akan meningkat. Ancaman masuknya pemain baru akan tinggi ketika biaya untuk memasuki pasar rendah, peraturan pemerintah yang lemah, customer loyalty lemah, economies of scale dapat dicapai dengan mudah (Anderson, et al., 2014). Pembeli dan pemasok memiliki daya tawar yang mampu menentukan profitabilitas. Ketika daya tawarnya kuat, pembeli dapat meminta harga yang lebih rendah atau kualitas produk yang lebih baik. Sedangkan ketika daya tawar pemasok kuat, ia dapat menaikan harga bahan baku atau menurunkan kualitasnya. Keduanya mampu menurunkan keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan, karena pendapatan yang lebih kecil atau karena biaya yang dikeluarkan lebih besar. Kekuatan kompetitif terakhir yang terdapat di dalam model Porter’s Five Forces adalah ancaman produk pengganti. Keberadaan produk pengganti merupakan kekuatan kompetitif yang kuat karena hal tersebut membatasi harga yang dapat dipatok untuk produk yang diproduksi oleh perusahaan sehingga juga membatasi profitabilitas (Hill, et al., 2015). 

2.9 Bauran Pemasaran 4P 

Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang dipadukan oleh perusahaan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari pasar yang dituju (Kotler dan Armstrong dalam Farida, Tarmizi, dan November, 2016). Bauran pemasaran 4P dikembangkan oleh McCarthy pada tahun 1964 yang terdiri atas 4 komponen, yakni product, pricem promotion, dan place (Goi, 2009). 2.9.1 Product Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar untuk dikonsumsi (Kotler dalam Kushwaha dan Agrawal, 2015). Produk harus mampu memberikan nilai kepada konsumen (Lin, 2011). Komponen produk dalam bauran pemasaran 4P dapat mencangkup jenis produk, kualitas, desain produk, kemampuan produk, merk, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, dan pengembalian (Kotler dan Keller, 2016). 2.9.2 Price Menurut Monroe dalam Sukotjo dan A. (2010), harga adalah pengorbanan ekonomis yang harus dilakukan oleh konsumen untuk dapat memperoleh produk yang dipasarkan oleh perusahaan. Harga harus kompetitif dan mengandung keuntungan (Lin, 2011). Harga merupakan satu-satunya komponen bauran pemasaran yang menghasilkan pemasukkan, sedangkan komponen-komponen lainnya menghasilkan biaya. Komponen harga dalam bauran pemasaran 4P dapat mencangkup harga yang ditawarkan, potongan harga, allowances, periode pembayaran, dan syarat pembayaran (Kotler dan Keller, 2016). 2.9.3 Promotion Promosi adalah alat utama dalam pemasaran suatu produk (Farida, Tarmizi, dan November, 2016). Promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan informasi terkait dengan produk yang dipasarkan kepada konsumen melalui media tertentu (Sukotjo dan A., 2010). Komponen promosi dalam bauran pemasaran 4P dapat 24 mencangkup promosi penjualan, iklan, tenaga penjualan, relasi publik, dan penjualan secara langsung (Kotler dan Keller, 2016).

2.9.4 Place 

Tempat merujuk kepada tempat yang dapat dituju oleh konsumen untuk mendapatkan produk yang dipasarkan oleh perusahaan, dan bagaimana produk tersebut dapat sampai ke tempat tersebut (Lin, 2011). Komponen tempat dalam bauran pemasaran 4P dapat mencangkup jaringan, jangkauan, lokasi, pasokan, dan transportasi (Kotler dan Keller, 2016). 

2.10 Analytic Hierarchy Process 

Analytic Hierarchy Process yang dikembangkan oleh Saaty (1980, 1990, 1994) menggunakan proses pairwise comparisons untuk menentukan kepentingan relatif dari alternatif dalam masalah Multi Criteria Decision Making (MCDM). AHP mendekomposisi masalah yang kompleks dan tidak terstruktur menjadi sekelompok variabel yang disusun ke dalam suatu hirarki (Chow dan Luk, 2005). Hirariki adalah perincian dari sistem yang dibuat berdasarkan asumsi bahwa entitas-entitas yang sudah diidentifikasi sebelumnya dapat dikelompokkan menjadi set yang terurai dimana entitas-entitas dalam satu kelompok hanya dapat mempengaruhi entitas-entitas dari 1 kelompok lainnya, dan hanya dapat dipengaruhi oleh entitas-entitas dari 1 kelompok yang lainnya. Elemen dari setiap kelompok di dalam hirarki diasumsikan saling tidak berhubungan (independen). Keuntungan yang dapat diperoleh dari hirarki adalah sebagai berikut (Saaty, 1980): 1. Hirarki dapat menunjukkan bagaimana perubahan prioritas pada level yang lebih tinggi dapat mempengaruhi prioritas pada level yang lebih rendah. 2. Hirarki mampu memberikan detail informasi yang sangat baik secara terstruktur. 3. Sistem yang disusun ke dalam hirarki dapat dikembangkan dengan lebih efisien daripada sistem yang disusun secara utuh. 4. Hirarki cenderung stabil dan fleksibel; stabil dalam artian perubahan kecil memiliki efek yang kecil, dan fleksibel dalam artian hirarki yang disusun dengan baik tidak mengganggu performance. Kelompok-kelompok dalam hirarki tersebut disusun secara berjenjang berdasarkan pengaruhnya. Kelompok yang dipengaruhi berada pada jenjang di bawah kelompok yang mempengaruhi. Contoh dari struktur hirarki ditunjukkan pada Gambar 2.4

Level I atau jenjang tertinggi berisi tujuan utama yang ingin dicapai. Kelompok yang berada pada level II dapat berisi kriteria atau batasan yang dipengaruhi oleh tujuan utama tersebut, dan akan mempengaruhi kelompok yang berisi sub-kriteria atau aktor atau alternatif yang berada pada level III. Jenjang dalan hirarki dapat berbeda-beda, bergantung pada masalah yang diselesaikan. Penentuan bobot kepentingan dalam AHP dilakukan dengan membuat matriks pairwise comparisons atau perbandingan berpasangan pada elemen dari setiap kelompok di dalam hirarki dengan menggunakan Skala Saaty (1980). Gambar 2.5 menunjukkan contoh matriks pairwise comparisons, sedangkan Skala Saaty (1980) dirangkum dalam Tabel 2.1.

A, B, C, dan D merupakan elemen-elemen dari satu level hirarki yang sama. Kepentingan antara elemen yang sama (A,A), (B,B), (C,C), (D,D) akan selalu sama. Dengan begitu, diagonal utama dari matriks pairwise comparisons akan selalu bernilai 1. Sedangkan jika nilai kepentingan dari perbandingan antara elemen A dan B (A,B) adalah xab, maka nilai kepentingan dari perbandingan antara elemen B dan 27 A (B,A) adalah kebalikannya. Persamaan untuk menghitung nilai kebalikan ditunjukkan oleh Persamaan (2.1)



Setelah terbentuk matriks pairwise comparisons dari elemen-elemen hirarki pada satu level yang sama, selanjutnya matriks tersebut diuji konsistensinya dengan terlebih dahulu menghitung consistency index (CI). Persamaan untuk menghitung CI ditunjukkan oleh Persamaan (2.2)


Eigenvalue dan eigenvector merupakan bobot dari setiap elemen yang digunakan untuk menghitung bobot kepentingan dari setiap elemen pada level hirarki terendah hingga level hirarki tertinggi. Eigenvector dihitung dengan pertama-tama menghitung row geometric mean. Selanjutnya seluruh nilai rata-rata geometrik dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total, kemudian membagi nilai rata-rata geometrik di masing-masing baris dengan nilai total tersebut. Setelah itu dicari nilai eigenvalue dengan menjumlahkan hasil dari perkalian antara elemen matriks dengan eigenvector dari setiap baris, dan kemudian membaginya dengan eigenvector pada baris yang sama. Selanjutnya dihitung consistency ratio (CR) yang mana nilainya harus kurang atau sama dengan 0,10 untuk dapat diterima. Persamaan untuk menghitung CR ditunjukkan oleh Persamaan (2.3)


Matriks pairwise comparisons yang nilai CR-nya > 0,10, sehingga tidak diterima dapat diolah kembali. Pengolahan dilakukan dengan langkah-langkah berikut (Basyir dan Abidin, 2009): 1. Menghitung selisih absolut antara elemen matriks dan perbandingan bobot dengan menggunakan Persamaan (2.4).

Elemen matriks dengan selisih absolut tersbesar diganti dengan menggunakan nilai xab baru. Nilai xab baru diperoleh dengan menggunakan Persamaan (2.5) 𝑥𝑎𝑏 𝑏𝑎𝑟𝑢 = 𝑤𝑎 𝑤𝑏 ⁄ (2.5) dengan: xab baru= nilai kepentingan dari perbandingan (A,B) baru Jika penilaian terhadap kepentingan elemen-elemen terdapat lebih dari 1, sehingga terbentuk beberapa matriks pairwise comparisons individu, maka perlu dibuat matriks pairwise comparisons gabungan. Penggabungan dilakukan dengan cara menghitung row geometric mean untuk setiap kolom dari seluruh matriks pairwise comparisons individu yang dinyatakan diterima. Penentuan bobot kepentingan akhir dari setiap elemen (global weight) dilakukan dengan cara mengalikan nilai bobot kriteria dengan bobot sub-kriteria atau alternatif dari kriteria tersebut. 

Walaupun pada awalnya AHP dikembangkan untuk menyelesaikan masalah MCDM, karena kesederhanaan dan fleksibilitasnya, AHP dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah lainnya (Chow dan Luk, 2005), seperti misalnya untuk menentukan bobot kepentingan (Shahin dan Mahbod, 2007; Afzal dan Sadim, 2018) untuk mengetahui prioritas dari suatu alternatif. 2.11 Penelitian Terdahulu Penelitian terkait dengan prioritas bauran pemasaran sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lainnya. Tabel 2.3 merupakan rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu terkait prioritas bauran pemasaran yang berhasil ditemukan oleh Peneliti sebagai referensi




Penelitian ini memiliki kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khodaparasti, et al. (2015), dari segi metode yang digunakan untuk mengolah data, dan bauran pemasaran yang dipilih. Selain itu, kemiripan juga terdapat pada jenis produk yang menjadi fokus penelitian, yani produk tangible. Hanya saja pada penelitian tersebut, produk berupa pintu HDF, MDF, dan anti-fire, sedangkan pada penelitian ini, produk berupa pupuk urea yang dijual secara ritel. Perbedaan mendasar antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, et al. (2014), Harahap (2006), dan Akhdiar (2008) adalah ketiga penelitian tersebut menjadi jasa sebagai produk yang menjadi fokus penelitian. Perbedaan lainnya ada pada bauran pemasaran yang dipilih, dimana Harahap (2006), dan Akhdiar (2008) menggunakan bauran pemasaran yang terdiri atas 7 komponen, atau lebih dikenal dengan bauran pemasaran 7P. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih, et al. (2014) menggabungkan AHP dan TOPSIS untuk mengetahui prioritas dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P, dimana pada penelitian ini hanya menggunakan metode AHP .

BAB III METODE PENELITIAN 

3.1 Gambaran Umum 

Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prioritas dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan oleh PT. X untuk penjualan ritel pupuk urea. Gambar 3.1 menunjukkan diagram alir dari keseluruhan tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini.



Pengambilan data berupa penilaian kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea, serta masingmasing elemen yang menyusun komponen tersebut dilakukan dengan melakukan wawancara kepada eksekutif pemasaran di PT. X. Kemudian data akan diolah menggunakan Analytic Hierarchy Prosess untuk mengetahui bobot kepentingan dari masing-masing komponen tersebut, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi STP, SWOT, dan Porter’s 5 Forces yang dimiliki oleh perusahaan untuk penjualan ritel pupuk urea. Bobot kepentingan yang didapatkan kemudian diurutkan dari yang paling tinggi hingga yang paling kecil. Komponen bauran pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea dengan bobot tertinggi merupakan komponen yang memiliki prioritas paling tinggi untuk menjadi dasar dalam perumusan atau pengembangan strategi pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea. 

3.2 Pengambilan Data 

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan terhadap data yang dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam penelitian ini, dengan terlebih dahulu menyusun instrumen penelitian berupa Daftar Pertanyaan dan Formulir Penilaian yang digunakan dalam wawancara. Wawancara merupakan salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan keterangan atau informasi dengan melakukan tanya jawab antara 2 pihak, yakni pewawancara (intervewer) yang mengajukan pertanyaan dan narasumber (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut (Hardani, et al., 2020). Menurut Nazir dalam Hardani, et al. (2020), wawancara dilakukan dengan menggunakan alat yang dinamakan dengan panduan wawancara. Menurut Lincoln dan Guba dalam Hardani, et al. (2020), wawancara dipilih sebagai metode untuk mengumpulkan data dengan maksud mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian, dan lain-lain. 

Menurut Hardani, et al. (2020), metode ini memiliki keunggulan karena kemampuannya dalam memperoleh informasi yang lebih kompleks. Data utama yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer kuantitatif berupa penilaian kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, serta masing-masing elemen yang menyusun komponen tersebut. Data tersebut diambil secara langsung dengan melakukan wawancara kepada eksekutif pemasaran di PT. X, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam meningkatkan penjualan dan customer value, dengan pengalaman kerja di industri pupuk, petrokimia, agrokimia, agroindustri, dan kimia lainnya lebih dari 15 tahun. Wawancara yang dilakukan merupakan jenis wawancara terpimpin, dimana tanya jawab yang dilakukan terarah untuk mengumpulkan data yang relevan. Dengan pengalaman kerja yang dimiliki, eksekutif pemasaran memiliki pengetahuan yang baik terhadap proses bisnis PT. X, sehingga diharapkan dapat memberikan penilaiannya terhadap kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea, serta masing-masing elemen yang menyusun komponen tersebut. Eksekutif pemasaran di PT. X yang dimaksud adalah: a. General Manager Distribusi dan Pemasaran, menjabat sejak 2018, bekerja sejak 1987. Sebelumnya menjabat sebagai Project Manager pembangunan pabrik terbaru PT. X, dan General Manager Pemeliharaan. b. Manager Perencanaan dan Pengendalian Pemasaran, mejabat sejak 2018, bekerja sejak 2004. Sebelumnya menjabat sebagai Manager Logistik. Selain data berupa penilaian kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, serta masingmasing elemen yang menyusun komponen tersebut, dikumpulkan pula data dan informasi-informasi yang relevan untuk mengidentifikasi STP, SWOT, dan Porter’s 5 Forces dengan melakukan wawancara kepada eksekutif pemasaran di PT. X, membaca laporan perusahaan, dan lain-lain. 

3.2.1 Daftar Pertanyaan

Pada dasarnya, daftar pertanyaan berisi pertanyaan mengenai perbandingan antar masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, serta antar elemen-elemen yang menyusun komponen tersebut dalam hal kepentingan. Perbandingan tersebut mengacu pada struktur hirarki yang telah disususn sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 1 Tesis ini. Struktur hirarki terdiri atas 4 komponen bauran pemasaran 4P pada level kriteria, yakni product, price, promotion, dan place. Masing-masing komponen tersebut kemudian disusun oleh elemen-elemen pada level sub-kriteria. Product terdiri atas kualitas, merk, dan desain kemasan dari produk yang dijual oleh PT. X. Price terdiri atas potongan harga (discount), dan harga kompetitif. Promotion terdiri atas iklan di media sosial, iklan di baliho/spanduk, event, publikasi, dan sponshorship, sebagai media bagi perusahaan untuk memperkenalkan diri dan produk yang dijual. Place terdiri atas kantor pemasaran daerah dan kios distributor, sebagai tempat dimana konsumen dapat membeli pupuk urea ritel. Daftar pertanyaan digunakan untuk mempermudah Peneliti dalam menyampaikan nilai kepada narasumber, sehingga dapat memiliki presepsi yang sama, agar data yang didapatkan tidak bias. Daftar pertanyaan yang diajukan ditunjukkan pada Lampiran 2 Tesis ini.

3.2.2 Formulir Penilaian

Formulir penilaian berfungsi untuk mencatat hasil penilaian terhadap kepentingan komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, beserta elemen-elemen yang menyusun komponen tersebut, yang didapatkan melalui wawancara terpimpin dengan menggunakan daftar pertanyaan. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah Peneliti dalam melakukan rekapitulasi dan pengolahan data. Formulir pertanyaan yang digunakan ditunjukkan pada Lampiran 3 Tesis ini. 

3.3 Pengolahan dan Analisis

Data Secara garis besar, pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process untuk memperoleh bobot kepentingan dari komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. Kemudian bobot yang diperoleh diurutkan dari yang paling tinggi hingga yang paling kecil. Komponen bauran pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea dengan bobot kepentingan tertinggi merupakan komponen yang memiliki prioritas paling tinggi untuk menjadi dasar dalam perumusan atau pengembangan strategi pemasaran untuk penjualan ritel pupuk urea. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data penilaian kepentingan komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X menggunakan AHP untuk memperoleh bobot kepentingan adalah sebagai berikut: 1. Nilai yang diperoleh berdasarkan Formulir Penilaian dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan individu. 2. Menghitung CI dari matriks perbandingan berpasangan individu. 3. Menghitung CR dari matriks perbandingan berpasangan individu. 4. Jika nilai CR > 0,10, maka data diolah kembali dengan menghitung selisih absolut dari seluruh elemen matriks, kemudian elemen dengan selisih absolut tertinggi diganti dengan menggunakan nilai (wa/wb). 5. Jika CR < 0,10, maka dilanjutkan dengan membuat matriks perbandingan berpasangan gabungan. 6. Menghitung bobot kepentingan gabungan. 7. Bobot kepentingan global diperoleh dengan mengalikan bobot kepentingan normal gabungan komponen bauran pemasaran 4P dengan bobot kepentingan normal gabungan elemen penyusunnya. Selain itu, dilakukan pula identifikasi terhadap STP (segmentation, targeting, dan positioning), SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, dan threats), dan Porter’s 5 Forces yang dimiliki oleh PT. X dalam penjualan ritel pupuk urea dari data kualitatif yang diperoleh agar saran yang diberikan kepada perusahaan sesuai dan dapat diaplikasikan .

3.4 Penarikan Kesimpulan dan Saran

Penarikan kesimpulan dan saran dilakukan setelah diperoleh hasil dari pengolahan data penilaian kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, beserta elemen-elemen yang menyusun komponen tersebut. Kesimpulan yang ditarik sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini, yakni mengenai bobot kepentingan dari masing-masing komponen bauran pemasaran, komponen bauran pemasaran mana yang memiliki bobot kepentingan tertinggi, dan saran apa yang dapat diberikan kepada perusahaan. Sedangkan saran yang diberikan mencangkup langkah-langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengaplikasikan rekomendasi yang diberikan, serta masukan-masukan untuk penelitian terkait selanjutnya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 

4.1 Segmentation, Targeting, Positioning 

Pupuk urea merupakan produk yang secara spesifik diproduksi untuk memenuhi kebutuhan terkait dengan pertanian dan/atau perkebunan, baik untuk digunakan secara pupuk untuk membantu tumbuh kembang tanaman, maupun sebagai bahan baku dalam pembuatan pupuk NPK (Nitrogen Fosfor Kalium). Segmen pasar yang dituju oleh PT. X pada penjualan komersil dan ritel ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Penjualan ritel pupuk urea dilakukan oleh PT. X di berbagai daerah di Indonesia bagian barat, dengan menargetkan perkebunan rakyat yang tidak tergolong plasma dan pertanian berukuran lebih dari 2 ha dan/atau petaninya tidak tergabung pada kelompok tani. Pertanian yang berukuran kurang dari 2 ha dan petaninya tergabung dalam kelompok tani memiliki hak untuk membeli pupuk urea yang dijual melalui jalur PSO oleh PT. X. 

Pupuk urea yang dijual secara ritel oleh PT. X memiliki variasi kemasan yang cukup banyak, yakni 1, 5, 10, 25, dan 50 kg, dan telah memenuhi standar SNI No. 2801:2010. Dengan variasi kemasan tersebut, PT. X dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang berbeda-beda volumenya. Harga rata-rata yang ditawarkan oleh PT. X per kilogram pupuk urea pada penjualan ritel 9,2% lebih murah dibandingkan produk pesaing. Pernyataan positioning yang dimiliki perusahaan adalah: “Tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat mutu.” 4.2 Market Share Berdasarkan data yang dimiliki oleh perusahaan, pasar urea ritel di Indonesia bagian barat diisi oleh 3 pemain, yakni PT. X, PKC dengan produknya bernama Nitrea, dan PKT denan produknya bernama Daun Buah. Gambar 4.1 menunjukkan total market share yang dimiliki oleh PT. X di wilayah tersebut.

Di Kalimantan Barat, pasar pupuk urea ritel dikuasai oleh PKT. Dengan market share mencapai 99%. Sementara itu, di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, pasar pupuk urea ritel dikuasai oleh PKC dengan market share sebesar 91% dan 49%. Di Jawa Tengah, PT. X hanya menguasai 47% pasar. Di Lampung, PT. X memiliki market share yang cukup tinggi, yakni 82%. Sedangkan di Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Bangka Belitung, PT. X menguasai pasar secara total, atau dengan kata lain memiliki market share sebesar 100%. Uraian di atas digambarkan pada grafik yang ditunjukkan pada Gambar 4.2. 

Dari Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, dapat dilihat bahwa PT. X menjadi market leader (market share > 30%) di pasar pupuk urea ritel di Indonesia bagian barat, dengan market share keseluruhan mencapai 91%. Namun jika dilihat market share per provinsi, PT. X masih merupakan follower (market share < 7%) di Kalimantan Barat dan challenger (market share 7% < x < 30%) di Daerah Istimewa Yogyakarta. 

4.3 Posisi Industri Sejenis Berdasarkan data yang diberikan oleh perusahaan holding di atas PT. X, terlihat adanya penurunan penjualan pupuk urea Non-PSO dalam negeri (gabungan antara komersil dan ritel dikurangi ekspor) pada tahun 2019 secara seragam pada sebagian besar anak perusahaan. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2.

PT. X memasarkan pupuk urea Non-PSO di sebagian besar wilayah Indonesia bagian barat, sedangkan PKT memasarkan pupuk urea Non-PSO di sebagian besar wilayah Indonesia bagian tengah dan timur. PKG, PKC, dan PIM memasarkan pupuk urea Non-PSO di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Sumatera bagian utara. Sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai adanya keadaan tertentu di Indonesia yang mempengaruhi kebutuhan pupuk urea di Indonesia menjadi berkurang. Pada tahun 2019, musim kemarau berkepanjangan melanda seluruh wilayah Indonesia, dan musim hujan datang terlambat (Pranita, 2019). Karena itu, petani menunda melakukan penanaman di lahannya, sehingga musim tanam bergeser di sebagaian besar wilayah. Musim tanam di Indonesia normalnya dimulai pada bulan Oktober hingga puncaknya pada bulan Maret. Musim kemarau dan musim tanam yang bergeser mengakibatkan penyerapan pupuk oleh pasar menjadi berkurang .

4.4 Strengths, Weaknesses, Opportunity, Threats 

Berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan, diperoleh bahwa dalam melakukan penjualan ritel pupuk urea, PT. X memiliki kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sebagai berikut: a. Strength: ▬ Memiliki keahlian dan pengalaman di bidang industri pupuk, petrokimia, agrokimia, agroindustri, dan kimia lainnya. ▬ Mampu memproduksi ammonia sendiri. ▬ Memiliki keahlian dan pengalaman dalam proses produksi pupuk urea. ▬ Memiliki 4 fasilitas produksi pupuk urea dengan kapasitas yang besar. ▬ Memiliki lokasi fasilitas produksi yang strategis. ▬ Memiliki fasilitas distribusi (gudang, dermaga, transportasi) yang lengkap. ▬ Memiliki merk yang telah dikenal luas oleh konsumen. ▬ Memiliki market share yang luas di wilayah Indonesia bagian barat, ▬ Memiliki produk yang beragam untuk melengkapi kebutuhan petani, serta menunjang kinerja pupuk urea yang diproduksi. b. Weakness ▬ Beberapa fasilitas produksi sudah tua, sehingga efisiensinya berkurang. ▬ Harga jual pupuk urea sangat bergantung pada harga bahan baku gas bumi di Indonesia. ▬ Adanya pendangkalan sungai, sehingga kemampuan shipping in/out menjadi berkurang. ▬ Keterbatasan lahan dan modal sendiri (equity) untuk investasi pengembangan. ▬ Belum semua kios distributor/pengecer yang bekerjasama dengan PT. X melayani penjualan ritel

c. Opportunity ▬ Potensi pasar yang besar, karena pembangunan pada sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia terus berlanjut. ▬ Pupuk urea merupakan pupuk dasar, sehingga dibutuhkan oleh petani untuk membantu tumbuh kembang tanaman. ▬ Rencana pemerintah untuk mengalihkan subsidi pupuk menjadi secara langsung kepada petani, sehingga peluang penjualan ritel pupuk urea makin terbuka. ▬ Tersedianya pasokan bahan baku gas bumi di Sumatera Selatan. ▬ Terdapat cadangan bahan baku batu bara yang tinggi di Sumatera Selatan, sebagai sumber energy dan diversifikasi pupuk. ▬ Pupuk urea di Indonesia diproduksi oleh produsen-produsen di bawah 1 perusahaan holding yang sama. d. Threats ▬ Kenaikan harga bahan baku gas bumi di Indonesia. ▬ Musim kemarau panjang. ▬ Isu lingkungan di sekitar lokasi fasilitas produksi. ▬ Produsen pupuk urea lainnya yang menjual pupuk urea secara ritel. 

4.5 Porter’s Five Forces

Berdasarkan data dan informasi yang telah dikumpulkan, diperoleh bahwa dalam melakukan penjualan ritel pupuk urea, PT. X memiliki Porter’s Five Forces sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.3.


a. Persaingan Kompetitor PT. X memiliki market share yang luas di wilayah Indonesia bagian barat. Meskipun begitu, PT. X masih memiliki kompetitor, yaitu produsen-produsen pupuk urea lainnya, seperti misalnya PKC dan PKT. Dari data yang dimiliki, PT. X memiliki market share yang kecil di daerah-daerah yang lebih dekat dengan lokasi fasilitas produksi milik kompetitor. b. Daya Tawar Pemasok Pemasok memiliki daya tawar (bargaining power) yang sedang, dimana harga pokok produksi pupuk urea sebesar 70% dipengaruhi oleh harga bahan baku gas bumi. Selain itu, pilihan pemasok gas bumi juga terbatas hanya pada yang letaknya berada di sekitar Sumatera Selatan. Meskipun begitu, industri pupuk memiliki alternatif lain yang dapat digunakan, yakni batu bara. c. Daya Tawar Pembeli Konsumen pupuk urea memiliki beberapa pilihan merk pupuk urea yang dijual secara ritel, dan dapat berpindah merk dengan mudah. Pupuk urea merupakan produk yang terstandarisasi. Meskipun begitu, potensi pasar pupuk urea sangat besar karena pembangunan di sektor pertanian dan perkebunan di Indonesia masih terus berlanjut.

d. Produk Subtitusi Pupuk urea merupakan pupuk tunggal dasar yang dibutuhkan oleh petani. Akan tetapi dapat digantikan dengan pupuk NPK pada umur dan jenis tanaman tertentu. Pupuk urea yang kaya akan unsur nirtrogen banyak dibutuhkan pada masa awal pertumbuhan. Sedangkan diusia lanjut, pupuk urea dapat diganti dengan NPK agar tanaman mendapatkan tambahan unsur fosfor dan kalium. e. Pemain Baru Saat ini di industri pupuk urea, terutama pada penjualan ritel di Indonesia belum memiliki potensi masuknya pemain baru, mengingat industri pupuk urea membutuhkan investasi modal yang besar dan diatur ketat oleh pemerintah. Dengan kata lain, industri ini memiliki barriers to entry yang tergolong tinggi. 

4.6 Penilaian Kepentingan 

Setelah melakukan wawancara kepada General Manager Distribusi dan Pemasaran, dan Manager Perencanaan dan Pengendalian Pemasaran, diperoleh penilaian kepentingan terhadap masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, beserta elemenelemen penyusunnya, sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 4 Tesis ini. Penilaian kepentingan dilakukan dengan meminta narasumber membandingkan kepentingan masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X dengan satu sama lain. Rekapitulasi penilaian tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.3.


Selain membandingkan kepentingan antar komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, narasumber juga diminta membandingkan kepentingan elemen-elemen yang menyusun masingmasing komponen. Perbandingan kepentingan antar elemen penyusun dilakukan pada elemen-elemen yang berada di bawah satu komponen yang sama, mengacu pada struktur hirarki yang telah dibuat (Lampiran 1). Tabel 4.4 menujukkan rekapitulasi penilaian kepentingan elemen-elemen penyusun komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X.

Penilaian tersebut merupakan pendapat narasumber mengenai kemampuan komponen bauran pemasaran 4P dan elemen-elemen penyusunnya dalam meningkatkan penjualan ritel pupuk urea. Penilaian dengan angka bulat (xab), artinya narasumber menilai bahwa komponen pada kolom A dominan dibanding komponen pada kolom B (lihat Lampiran 3). Sebaliknya, jika penilaian dengan angka “1/xab”, artinya narasumber menilai bahwa komponen pada kolom B dominan dibanding komponen pada kolom A. Misalnya pada pertannyaan 1, kolom A merupakan Product dan pada kolom B merupakan Price. General Manager Distribusi dan Pemasaran menilai bahwa Price sangat lebih penting dibandingkan dengan Product, Sedangkan Manager Perencanaan dan Pengendalian Pemasaran menilai bahwa Product lebih penting dibandingkan dengan Price. Secara garis besar, terdapat perbedaan pendapat antara dua orang narasumber dengan alasannya masing-masing. General Manager menilai bahwa Price, Promotion, dan Place dominan dibandingkan dengan Product, dengan alasan produk pupuk urea spesifikasinya sama dengan produsen pupuk lainnya, dimana komposisinya sebagian besar merupakan nitrogen (46%). Sedangkan Manager menilai sebaliknya, dimana Product dominan dibandingkan dengan ketiga komponen lainya. Menurut Manager, konsumen ritel lebih memprioritaskan pertimbangan dari sisi produknya. Apabila konsumen telah mempercayai produk tersebut, maka baik harga, promosi, dan tempat akan menjadi pertimbangan selanjutnya.

4.7 Penentuan Bobot Komponen Bauran Pemasaran 4P Penilaian kepentingan komponen bauran pemasaran 4P pada Tabel 4.3 kemudian dimasukkan ke dalam matriks berpasangan individu dan dihitung CI dan CR. Jika CR bernilai kurang dari 0,10, maka bobot yang dihasilkan digunakan untuk menyusun matriks berpasangan gabungan. Jika CR bernilai lebih dari 0,10, maka matriks tersebut diolah terlebih dahulu hingga CR bernilai kurang dari 0,10, sebelum bobot yang dihasilkan digunakan untuk menyusun matriks berpasangan gabungan. Karena terdapat 4 komponen bauran pemasaran yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea, maka matriks perbandingan berpasangan, baik individu 
maupun gabungan yang dihasilkan memiliki ukuran 4x4, sehingga nilai RI yang digunakan adalah 0,90. Matriks perbandingan berpasangan individu dari masingmasing penilaian kepentingan oleh narasumber terhadap komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, dengan nilai CR kurang dari 0,10 ditunjukkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.



Matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.5 terlebih dahulu mengalami pengolahan dengan menggunakan Persamaan (2.4) dan Persamaan (2.5). Hal tersebut dilakukan, karena pada awalnya matriks perbandingan berpasangan memiliki nilai CR lebih dari 0,10. Dari pengolahan tersebut, diperoleh pergantian nilai pada perbandingan Promotion dan Product dari 5 menjadi 2,76. Karena nilai tersebut berubah, maka nilai pada perbandingan Product dan Promotion juga mengalami perubahan menjadi 0,36, atau kebalikan dari 2.76 (1/2,76). Dengan perubahan tersebut, nilai CR berhasil diturunkan hingga bernilai kurang dari 0,10, atau dengan kata lain matriks perbandingan berpasangan ini telah konsisten .


Matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.6 tidak diolah terlebih dahulu, karena dengan penilaian awal yang diberikan oleh Manager matriks perbandingan berpasangan tersebut sudah memiliki nilai CR kurang dari 0,10. Dengan kata lain matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.6 sudah konsisten. Penilaian pada kedua matriks perbandingan berpasangan General Manager dan Manager yang sudah konsisten kemudian dihitung rata-rata geometriknya pada setiap perbandingan untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan gabungan. Matriks perbandingan berpasangan gabungan yang dimaksud ditunjukkan pada Tabel 4.7. Matriks perbandingan berpasangan gabungan secara otomatis memiliki nilai CR kurang dari atau sama dengan 0,10, apabila matriks perbandingan berpasangan individu yang digunakan untuk menyusun matriks perbandingan berpasangan gabungan sudah memiliki nilai CR kurang dari atau sama dengan 0,10. Dengan begitu, bobot normal yang dihasilkan dari matriks perbandingan berpasangan gabungan tersebut sudah konsisten, dan dapat digunakan untuk menghitung bobot global.


Dari matriks perbandingan berpasangan gabungan pada Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa Place memiliki bobot kepentingan yang paling tinggi. Ketika memberikan penilaian, narasumber diminta untuk mempertimbangkan pengaruh komponen-komponen yang dinilai terhadap peningkatan penjualan ritel pupuk urea. Komponen yang memiliki kepentingan lebih tinggi dianggap lebih berpengaruh positif pada peningkatan penjualan ritel pupuk urea, sehingga hasil yang didapatkan dapat diartikan bahwa Place sebagai komponen bauran pemasaran 4P yang paling berpengaruh dalam peningkatan penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. Komponen Place dalam penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X menggambarkan tempat yang dituju oleh petani sebagai konsumen pupuk urea (ritel) untuk mendapatkan atau membeli pupuk urea. Semakin banyak tempat yang dapat dituju, semakin dekat dan mudah petani dalam mendapatkan pupuk urea. Dengan kata lain, kemudahan petani dalam memperoleh pupuk urea dianggap paling berpengaruh dalam peningkatan penjualan ritel pupuk urea. Pupuk urea di Indonesia diproduksi oleh produsen-produsen yang berada dibawah 1 perusahaan holding yang sama, sehingga spesifikasi pupuk urea yang diproduksi di Indonesia memiliki kesamaan. Sehingga dari segi produk, khususnya kualitas, pupuk urea memiliki kemiripan. Selain itu, pupuk urea merupakan pupuk dasar, sehingga petani akan selalu menjaga ketersediaannya, walaupun pupuk tersebut harganya sedang mahal. Sedangkan dari segi promosi, pupuk urea yang diproduksi oleh PT. X telah banyak dikenal oleh para petani, mengingat perusahaan ini telah menjual pupuk urea kepada petani sejak tahun 1959. Hal-hal tersebut diatas mendukung hasil yang didapatkan dari perhitungan prioritas komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X dengan menggunakan AHP dalam penelitian ini.

4.8 Penentuan Bobot Elemen 

Penyusun Penilaian kepentingan terhadap elemen penyusun komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X pada Tabel 4.4 dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan individu. Matriks perbandingan berpasangan individu dibuat untuk masing-masing komponen dan narasumber untuk perbandingan yang elemennya lebih dari dua, sehingga terdapat 4 matriks perbandingan berpasangan individu pada level ini. Sedangkan matriks perbandingan berpasangan gabungan dibuat per masing-masing komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X, sehingga terdapat 4 matriks perbandingan berpasangan gabungan pada level ini. 

4.6.1 Elemen Penyusun Product 

Mengacu pada struktur hirarki yang telah dibuat (Lampiran 1), Product disusun oleh 3 elemen, yakni kualitas, merk, dan desain kemasan. Oleh karena itu, matriks perbandingan berpasangan, baik individu maupun gabungan yang dihasilkan memiliki ukuran 3x3, dan nilai RI yang digunakan adalah 0,58. Kualitas dapat didefinisikan sebagai pemenuhan spesifikasi atau kebutuhan dari konsumen. Sebuah produk dapat dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila dapat berfungsi sesuai dengan yang diharapkan dan handal (Judi, et al., 2011). Kualitas yang dimaksud dalam penelitian merupakan kemampuan pupuk urea yang diproduksi oleh PT. X dalam bekerja membuat tanaman tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini tentunya dapat dicapai dengan kemampuan yang baik dari sistem produksi PT. X untuk menghasilkan pupuk urea sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Merk menggambarkan nama perusahaan yang menghasilkan pupuk urea, yaitu PT. X.

 Dalam pemasaran, merk sering kali menjadi titik utama untuk membedakan antara produk yang diproduksi oleh perusahaan dengan produk sejenis dari kompetitor (Wood, 2000). Menurut American Marketing Association, merk adalah nama, istilah, desain, simbol atau fitur apapun yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi produk atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan dan menjadi unsur pembeda dari produk atau jasa sejenis lainnya. Standar ISO merk menjadikan merk sebagai aset tak berwujud dari perusahaan yang memilikinya, yang ditujukan untuk menciptakan citra dan asosiasi yang berbeda bagi para stakeholder, sehingga menghasilkan keuntungan ekonomi. Desain kemasan menggambarkan gambar, warna, atau rancangan yang digunakan perusahaan pada kemasan pupuk urea agar terlihat menarik di mata konsumen. Menurut Deliya dan Parmar (2012), desain kemasan memiliki peranan yang sangat penting di dalam komunikasi pemasaran, terutama pada dalam hal penjualan, dan dapat diperlakukan sebagai salah satu faktor penentu yang paling penting dalam keputusan beli konsumen. Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 menunjukkan matriks perbandingan individu elemen penyusun Product dengan nilai CR kurang dari 0,10.




Matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9 diolah terlebih dahulu karena nilai CR awalnya lebih dari 0,10. Terdapat beberapa perubahan pada nilai perbandingan, menyesuaikan agar nilai CR turun menjadi kurang dari 0,10. Pada matriks perbandingan berpasangan Product milik General Manager, nilai CR awalnya adalah 2,99, sehingga nilai 3, 1/7, dan 7 diubah menjadi 1,43, 0,75, dan 1,41, kemudian nilai pada perbandingan kebalikannya mengikuti. Sedangkan pada matriks perbandingan berpasangan Product milik Manager, nilai CR awalnya adalah 0,12, sehingga nilai 5 pada perbandingan merk dan desain kemasan diubah menjadi 7,21, kemudian nilai pada perbandingan kebalikannya mengikuti. Perubahan ini hanya merubah besaran nilainya, tetapi tidak dominasi satu elemen terhadap elemen lainnya. Misalnya pada perbandingan merk dan desain kemasan, merk tetap dominan dibanding dengan desain kemasan, walaupun nilainya berubah 7,2. Setelah itu penilaian dari matriks perbandingan berpasangan yang telah konsisten dihitung rata-rata geometriknya untuk setiap perbandingan, untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan gabungan. Tabel 4.10 menunjukkan matriks perbandingan berpasangan gabungan elemen penyusun Product.


 Dari matriks perbandingan berpasangan gabungan elemen penyusun Product, dapat dilihat bahwa merk memiliki bobot kepentingan yang paling tinggi. Kualitas ada pada posisi kedua, dan desain kemasan memiliki bobot kepentingan yang paling rendah. Artinya, berdasarkan pengolahan penilaian kepentingan oleh narasumber, merk memiliki pengaruh yang paling tinggi dalam peningkatan penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X diantara elemen-elemen penyusun Product lainnya. Merk yang diberikan oleh PT. X pada pupuk urea yang dijual secara ritel sama dengan nama perusahaan, yaitu PT. X. Menurut Stone & Desmond (2007), merk merupakan simbol yang memiliki arti yang digunakan untuk menciptakan suatu definisi konsep kepada konsumen. Merk memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan beli oleh konsumen (Khasawneh dan Hasouneh dalam Malik, et al., 2013). Merk memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan beli konsumen, dimana asosiasi merk dapat mendorong konsumen untuk melakukan pembelian produk (Khasanah, 2013). Menurut Zhang (2015) konsumen mengambil keputusan beli sebagian besar didasarkan kepada merk daripada produk itu sendiri. 

4.6.2 Elemen Penyusun Price Struktur hirarki pada Lampiran 1 Tesis menunjukkan pada Price terdapat 2 elemen yang menyusun, yakni harga kompetitif dan potongan harga. Matriks perbandingan berpasangan yang dihasilkan untuk elemen penyusun Price berukuran 2x2. Untuk matriks dengan ukuran tersebut, nilai RI yang digunakan adalah 0 .

Matriks perbandingan berpasangan dengan ukuran 2x2 akan selalu konsisten, karena elemen yang satu akan dominan dari elemen yang lainnya dan sebaliknya. Oleh karena itu, pada perbandingan ini tidak memerlukan matriks perbandingan berpasangan individu. Penilaian kepentingan yang didapatkan langsung dihitung rata-rata geometriknya untuk setiap perbandingan, kemudian dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan gabungan. Matriks tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.11 dibuat untuk memperoleh bobot normal yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung global weight. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa potongan harga memiliki bobot kepentingan yang lebih rendah dibandingkan dengan harga kompetitif. Artinya, berdasarkan pengolahan penilaian kepentingan oleh narasumber, harga kompetitif lebih berpengaruh pada peningkatan penjualan ritel pupuk urea dibandingkan dengan potongan harga. Jika harga jual ritel pupuk urea oleh PT. X lebih mahal dibandingkan dengan harga jual ritel pupuk urea oleh produsen pupuk lain, maka penjualan ritel pupuk urea kemungkinan akan terganggu, karena konsumen akan memilih pupuk dengan harga yang lebih murah. Mengingat pupuk urea yang dijual secara ritel di Indonesia memiliki spesifikasi yang sama, kualitasnya memiliki kemiripan, dalam melakukan pembelian, petani akan lebih mempertimbangkan harga yang harus ia bayar. Harga yang dipatok oleh PT. X untuk 1 kg pupuk urea yang dijual secara ritel minimal Rp 4.625 dan maksimal Rp 13.000, harga rata-rata Rp 5.900. Sedangkan produsen pupuk urea lain mematok minimal Rp 5.000 dan maksimal Rp 10.000, harga rata-rata Rp 6.500 untuk 1 kg pupuk urea yang dijual secara ritel. Harga yang dipatok tersebut ditentukan sesuai dengan Harga Pokok Produksi (HPP) dan marjin yang diinginkan. Namun dalam melakukan hal tersebut, PT. X tetap mempertimbangkan harga yang dipatok oleh produsen pupuk urea lainnya dalam penjualan ritel.

4.6.3 Elemen Penyusun Promotion Promotion terdiri atas 5 elemen penyusun, yakni iklan di media sosial, iklan di baliho/spanduk, event, publikasi, dan sponshorship. Iklan di media sosial memanfaatkan media sosial untuk memperkenalkan perusahaan dan produk kepada konsumen, seperti misalnya Instagram. Iklan di baliho/spanduk memanfaatkan tempat-tempat yang mudah terlihat oleh konsumen. Event merupakan kegiatan perusahaan mengadakan suatu acara yang bertujuan memperkenalkan perusahaan dan produk kepada konsumen. Publikasi yang dimuat terutama di media masa mengenai perusahaan dan atau produk dapat membuat konsumen menjadi sadar terhadap perusahaan dan produk. Sponsorship biasanya dilakukan oleh perusahaan dengan memberikan sesuatu kepada suatu kegiatan dengan tujuan memperkenalkan perusahaan dan atau produk dengan memanfaatkan kegiatan tersebut. Matriks perbandingan berpasangan elemen penyusun Promotion baik individu maupun gabungan memiliki ukuran 5x5, dan nilai RI yang digunakan adalah 1,12. Tabel 4.12 dan Tabel 4.13 menunjukkan matriks perbandingan berpasangan individu elemen penyusun Promotion dengan nilai CR kurang dari 0,10.



 Pada matriks perbandingan berpasangan Promotion milik General Manager, nilai CR awalnya adalah 1,4. Sehingga untuk menurunkan nilai CR kurang dari 0,10, matriks perbandingan berpasangan tersebut diolah terlebih dahulu dengan hasil nilai 3 pada perbandingan iklan di media sosial dan publikasi diubah menjadi 0,10, nilai 1/5 pada perbandingan iklan di baliho/spanduk dan sponsorship diubah menjadi 0,42, dan nilai 5 pada perbandingan event dan sponsorship diubah menjadi 1,72, kemudian nilai pada perbandingan kebalikannya mengikuti Sedangkan pada matriks perbandingan berpasangan Promotion milik Manager, nilai CR awalnya adalah 0,21. Untuk menurunkan nilai CR kurang dari 0,10, matriks perbandingan berpasangan tersebut diolah dengan cara yang sama, dengan hasil nilai 0,20 pada perbandingan iklan di media sosial dengan event diubah menjadi 0,10, dan nilai 5 pada perbandingan publikasi dan sponsorship diubah menjadi 1,90, kemudian nilai pada perbandingan kebalikannya mengikuti. Setelah nilai CR dari kedua matriks perbandingan berpasangan elemen penyusun Promotion individu kurang dari 0,10, atau konsisten, penilaian pada kedua matriks perbandingan berpasangan tersebut dihitung rata-rata geometriknya untuk setiap perbandingan. Hasil yang didapatkan kemudian dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan gabungan yang ditunjukkan pada Tabel 4.14.


Dari Tabel 4.14 dapat dilihat bahwa promosi dengan menggunakan event memiliki bobot kepentingan yang paling tinggi. Kemudian disusul oleh publikasi, sponsorship, iklan di baliho/spanduk, dan iklan di media sosial. Hal tersebut dapat diartikan promosi dengan mengadakan event paling berpengaruh dalam peningkatan penjualan ritel pupuk urea dibandingkan dengan elemen-elemen penyusun Prmotion lainnya Beberapa event yang pernah dilakukan oleh PT. X adalah pameran pertanian dan pasar pupuk murah. Selain itu, PT. X juga melaksanakan demplot atau demonstration plot untuk mendemonstrasikan produk secara langsung, sehingga konsumen dapat membuktikan sendiri kinerja pupuk urea yang dijual secara ritel oleh PT. X. Event seperti ini memiliki kelebihan untuk menjangkau konsumen secara langsung, sehingga dapat menimbulkan daya tarik bagi konsumen untuk membeli pupuk urea PT. X. Semakin banyak konsumen yang tertarik, maka akan semakin besar kemungkinan untuk pupuk urea PT. X terjual. Menurut Rane di dalam Bagade, et al. (2017), kegiatan promosi pupuk dengan mengadakan event sosialisasi dan demplot menciptakan citra positif dari pupuk yang dijual.

4.6.4 Elemen Penyusun Place Sama seperti Price, dilihat pada struktur hirarki pada Lampiran 1 Tesis ini, Place terdiri atas 2 elemen penyusun. Yakni kios milik sendiri dan kios milik distributor. Matriks perbandingan berpasangan yang dihasilkan dalam perbandingan antar eleme penyusun Place berukuran 2x2, dengan nilai RI yang digunakan sama dengan 0. Karena ukuran matriks perbandingan berpasangan adalah 2x2, maka dalam perbandingan ini tidak membutuhkan matriks perbandingan berpasangan individu. Penilaian dari kedua narasumber langsung dihitung rata-rata geometriknya untuk setiap perbandingan, kemudian dimasukkan ke dalam matriks perbandingan berpasangan gabungan. Matriks perbandingan berpasangan gabungan tersebut disusun untuk menghitung bobot normal dari elemen-elemen penyusun Place yang selanjutnya digunakan untuk menghitung global weight. Matriks perbandingan berpasangan gabungan untuk elemen penyusun Place ditunjukkan pada Tabel 4.15.

 Matriks perbandingan berpasangan pada Tabel 4.15 menunjukkan bahwa kios milik distributor memiliki bobot kepentingan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kios milik sendiri. Artinya, kios milik distributor lebih berpengaruh pada peningkatan penjualan ritel pupuk urea dibandingkan dengan kios milik sendiri. Kios milik sendiri yang di maksud dalam penelitian ini adalah kios yang terdapat di dalam KPD (Kantor Pemasaran Daerah) PT. X yang digunakan oleh PT. X untuk melakukan penjualan terhadap berbagai produk yang diproduksi oleh PT. X secara ritel. PT. X memiliki 16 kios yang tersebar diberbagai kota, diantaranya Bandar Lampung, Sleman, Pringsewu, Lubuk Linggau, Klaten dan Karanganyar. Sedangkan kios milik distributor atau pengecer merupakan toko milik perseorangan atau persekutuan yang melakukan kerjasama dengan PT. X untuk menjual produk-produk PT. X secara ritel. PT. X memiliki 3.317 pengecer yang berada di dalam rayon yang meliputi provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Terdapat pula beberapa pengecer yang berada di luar rayon.

4.9 Global Weight 

Setiap bobot normal yang didapatkan dari matriks perbandingan berpasangan masing-masing komponen dan elemen penyusunnya kemudian digunakan untuk menghitung global weight. Bobot normal pada level 2 dikalikan dengan bobot normal pada level 3 yang berada di bawahnya. Global weight merupakan bobot akhir yang menentukan prioritas dari masing-masing elemen penyusun komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. Global weight tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.16.


Pada Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa kios distributor memiliki bobot kepentingan yang paling tinggi dibandingkan dengan elemen-elemen penyusun komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X lainnya. Pada posisi kedua diduduki oleh harga kompetitif, dan pada posisi ketiga diduduki oleh merk. Kios distributor atau pengecer merupakan tempat dimana konsumen dapat memperoleh pupuk urea hasil produksi PT. X untuk kemudian ia gunakan dalam kegiatan pertaniannya. Kios distributor yang dimiliki oleh PT. X jumlahnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan kios milik sendiri, dengan penyebaran yang juga lebih luas. Dengan kata lain, kios distributor lebih mudah dijangkau oleh konsumen dibandingkan dengan kios milik sendiri. Oleh karena itu, kios distributor memiliki pengaruh positif yang lebih besar terhadap penjualan dibandingkan dengan kios milik sendiri. Harga kompetitif juga memegang peranan yang penting dalam penjualan pupuk urea secara ritel oleh PT. X. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pupuk urea di Indonesia memiliki kesamaan spesifikasi dan kemiripan kualitas, sehingga dalam melakukan pemilihan pupuk urea untuk dibeli, konsumen akan mempertimbangkan harga. Selain harga, hal lain yang dapat menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli pupuk urea adalah merk, terutama pada saat harga yang ditawarkan oleh produsen-produsen pupuk yang berbeda sedang berada pada angka yang sama atau berdekatan. Merk merupakan unsur pembeda yang memiliki kemamuan untuk menciptakan citra tertentu dari produk yang dijual oleh perusahaan. Dengan begitu, merk dapat memberikan pengaruh positif terhadap penjualan.

4.10 Implikasi Manajerial Penurunan penjualan ritel pupuk urea yang terjadi sepanjang tahun 2019 diakibatkan oleh karena adanya musim kemarau panjang dan musim hujan yang datang terlambat, sehingga musim tanam tertunda di sebagian besar wilayah Indonesia. PT. X perlu merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk meningkatkan penjualan ritel pada saat musim tanam sudah dimulai, sehingga target penjualan yang dimiliki dapat tercapai. Berdasarkan pengolahan data terhadap penilaian kepentingan komponen bauran pemasaran 4P dengan menggunakan Analytics Hierarchy Process yang telah dilakukan, gabungan pendapat antara General Manager Distribusi dan Pemasaran PT. X dan Manager Perencanaan dan Pengendalian Pemasaran menghasilkan Place sebagai komponen dengan bobot kepentingan tertinggi dibandingkan dengan 3 komponen bauran pemasaran 4P yang digunakan dalam penjualan ritel pupuk urea lainnya. Oleh karena itu, PT. X perlu memberikan perhatian pada hal tersebut.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Place menggambarkan tempat yang dituju oleh konsumen untuk membeli pupuk urea secara ritel. Hal tersebut berkaitan dengan kemudahan bagi konsumen dalam memperoleh produk, dimana semakin mudah produk diperoleh, semakin besar kemungkinan pupuk urea yang diproduksi oleh PT. X akan terjual secara ritel. Menurut Pathak, Dubey dan Pandey (2014) jika produk dari suatu perusahaan baik, kemudian tersedia dengan harga yang layak, dan strategi promosi yang sangat menarik, tetapi saluran distribusinya, dimana produk dipindahkan dari tangan perusahaan ke tangan konsumen akhir (end user) tidak efektif dan layak, perusahaan tidak dapat berhasil untuk mencapai tujuan dan keuntungan jangka panjang. PT. X memiliki 16 kios KPD dan 8.678 pengecer di dalam rayonnya yang mecangkup provinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kalimantan Barat. Namun sebagian besar dari pengecer tersebut hanya menjual pupuk urea PSO atau subsidi. Pengecer yang melakukan penjualan ritel pupuk urea hanya 3.317 pengecer, atau sekitar 38%. Angka tersebut masih terbilang kecil, sehingga disarankan untuk ditambah, agar pupuk urea ritel yang diproduksi oleh PT. X semakin banyak tersebar. Agar calon pengecer mau bekerja sama dengan PT. X untuk menjual pupuk urea PT. X secara ritel, perusahaan dapat memberikan promosi yang menarik seperti misalnya hadiah, diskon, atau cashback dengan minimal pembelian tertentu. Perusahaan dapat pula menambah skema pembayaran yang dimiliki selain dari cash and carry, dan konsinyering, seperti misalnya pembayaran bertempo, dimana kios melakukan pembayaran dengan batas jangka waktu tertentu setelah produk diterima. Selain menambah kerjasama dengan pengecer, PT. X harus menggunakan strategi pricing yang sesuai dengan keadaan saat itu, agar dapat mengahasilkan harga yang kompetitif. Menetapkan harga produk adalah suatu kegiatan strategis, dan harga yang ditetapkan untuk suatu produk atau rangkaian produk akan berdampak pada sejauh mana konsumen akan melihat produk perusahaan dan menentukan pembelian (Faith dan Edwin, 2014). Strategi pricing mencangkup keputusan tentang pengaturan harga awal dan pengadopsian harga untuk menanggapi peluang dan tantangan kompetitif (Kotler dan Keller, 2016). 

Beberapa strategi pricing yang dapat digunakan adalah cost oriented pricing strategy, competitor oriented pricing strategy, bundle pricing, dan lain-lain (Hygnus, et al., 2019). Perusahaan dapat mencoba untuk melakukan product bundling, dimana pupuk urea dijual secara berpasangan dengan produk PT. X lainnya, seperti misalnya pupuk organik, atau jenis pupuk lainnya yang diproduksi oleh PT. X, agar hasil yang didapatkan maksimal. Jenis product bundling yang dapat dilakukan adalah mixed bundling, dimana pupuk urea tetap tersedia untuk dibeli sendiri. Praktik ini sudah dilakukan di beberapa negara untuk meningkatkan pemakaian pupuk, tetapi kompetitor PT. X di dalam negeri belum melakukannya. Product bundling mampu menimbulkan ketertarikan terhadap produk, dimana hal tersebut memungkinkan konsumen untuk mendapatkan sumber tunggal yang memberikan beberapa solusi (Lloyd, 2016). Product bundling dapat meningkatkan perceived value bagi konsumen, harga yang dianggap lebih hemat dan medapatkan suatu tambahan (Buchmann, 2017). Perusahaan perlu membangun citra positif yang terasosiasi denga merk pupuk urea yang dijual secara ritel dengan lebih kuat. Citra dari merk dapat mempengaruhi keinginan membeli dari kosumen (Batra dan Homer, 2004). Menurut Keller di dalam Zhang (2015), citra positif dari merk dapat dibangun dengan menghubungkan antara asosiasi merk yang unik dan kuat dengan pengalaman konsumen mengenai merk tersebut melalui kampanye pemasaran. Salah satu kampanye pemasaran yang dapat digunakan adalah demplot atau demonstration plot. Menurut Rane di dalam Bagade, et al. (2017), kegiatan promosi pupuk dengan mengadakan event sosialisasi dan demplot menciptakan citra positif dari pupuk yang dijual. Demplot dapat menunjukkan kepada petani secara langsung bagaimana pupuk urea yang diproduksi oleh perusahaan bekerja dalam membantu tumbuh kembang tanaman. Demplot dapat menciptakan kesadaran akan teknologi yang diperkenalkan, serta memotivasi petani untuk menggunakannya dalam kegiatan pertanian mereka (Khan, et al., 2009) .

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 

5.1 Kesimpulan 

Dari hasil dan pembahasan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan hal-hal berikut ini: 1. Hasil perhitungan bobot kepentingan komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X menunjukkan bahwa Place memiliki bobot kepentingan 0,32, sedangkan Price memiliki bobot kepentingan 0,255, Product memiliki bobot kepentingan 0,252, dan Promotion memiliki bobot kepentingan 0,17. 2. Place memiliki bobot kepentingan yang paling tinggi dibandingkan dengan 3 komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. Kios distributor memiliki bobot kepentingan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kios milik sendiri, maupun elemen-elemen penyusun komponen bauran pemasaran 4P untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X lainnya. 3. Untuk meningkatkan penjualan ritel pupuk urea, PT. X dapat mencoba untuk menambah kerjasama dengan pengecer untuk menjual pupuk urea hasil produksi PT. X secara ritel, menjaga harga tetap kompetitif dan memperkuat citra positif dari merk yang dimiliki. 

5.2 Saran 

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diberikan saran untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X sebagai berikut: 1. Memberikan promosi kepada pengecer yang lebih menarik dibandingkan dengan produsen pupuk urea lainnya. 2. Menambah skema pembayaran untuk pengecer. 3. Menggunakan strategi pricing yang sesuai dengan keadaan saat itu. 4. Melakukan product bundling  5. Mempergiat kegiatan promosional untuk memperkuat citra positif dari merk yang dimiliki oleh PT. X. Peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan untuk penelitian terkait yang mungkin dilakukan dikemudian hari, sebagai berikut: 1. Pada penelitian selanjutnya, dapat diteliti seberapa besar pengaruh Place terhadap peningkatan penjualan ritel pupuk urea, baik oleh PT. X, maupun oleh perusahaan lainnya. 2. Pada penelitian selanjutnya, dapat diteliti seberapa besar pengaruh promosi dengan mengadakan event terhadap peningkatan penjualan ritel pupuk urea, baik oleh PT. X maupun perusahaan lainnya. 3. Pada penelitian selanjutnya, pembahasan dapat diperluas menjadi bauran pemasaran untuk penjualan pupuk urea secara umum. 4. Pada penelitian selanjutnya, dapat dilakukan uji kelayakan terhadap saran yang diberikan untuk penjualan ritel pupuk urea oleh PT. X. 

5.3 Keterbatasan Penelitian 

Pengambilan data dalam penelitian ini direncanakan untuk dilaksanakan dengan melakukan wawancara secara langsung. Tetapi, karena adanya pelaksanaan PSBB (Pembatasan Sosial Skala Besar) di Surabaya maupun di Palembang akibat pandemi COVID19, peneliti berhalangan untuk melakukan perjalanan ke Palembang, sehingga wawancara tidak dapat dilaksanakan secara langsung. Wawancara dilaksanakan secara virtual dengan menggunakan aplikasi Whatsapp. 

DAFTAR PUSTAKA 

Afzal, N. & Sadim, M., 2018. Software Requirements Selection using AHP. International Journal of Computer Science and Communication, 9(2), pp. 47-52. Akhdiar, F., 2008. Analisis Prioritas Strategi Bauran Pemasaran pada Agrowisata Rumah Sutera Alam Kecamatan Pasir Eurih, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi Program Sarjana Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. American Marketing Association, 2017. American Marketing Association. [Online] Available at: https://www.ama.org/the-definition-of-marketing-what-ismarketing/ [Accessed 14 Juli 2020]. Anderson, P. et al., 2014. The Business Book. London: Dorling Kindersley Limited. Bagade, P. M., Thaker, N. M. & Ghate, P. D., 2017. Marketing Mix of Nagarjuna Fertilizers and Chemical Limited in Buldana District. International Journal of Commerce and Business Management, 10(2), pp. 157-168. Basyir, M. & Abidin, Z., 2009. Aplikasi Analytic Hierarchy Process untuk Pembelian Handphone. Poli Rekayasa, 5(1), pp. 35-39. Batra, R. & Homer, P. M., 2004. The Situational Impact of Brand Image Beliefs. Journal of Consumer Psychology, 14(3), pp. 318-330. Buchmann, A., 2017. Elkfox. [Online] Available at: https://elkfox.com/blogs/articles/product-bundling-forboosting-sales-the-what-why-andhow#:~:text=In%20the%20minds%20of%20customers,well%20for%20fa shion%2Drelated%20eCommerce. [Accessed 20 Juli 2020]. Chow, C. C. & Luk, P., 2005. A Strategic Service Quality Approach Using Analytic Hierarchy Process. Managing Service Quality, 15(3), pp. 278-289. David, F. R. & David, F. R., 2017. Strategic Management: A Competitive Advantage Approach, Concepts and Cases. 16th Global ed. Harow: Pearson Education Limited. Deliya, M. M. & Parmar, B. J., 2012. Role of Packaging on Consumer Buying Behaviour in Patan District. Global Journal of Management and Business Research, 12(10), pp. 49-67.

Faith, D. O. & Edwin, A. M., 2014. A Review of The Effect of Pricing Strategies on The Purchase of Consumer Goods. International Journal of Research in Management, Science & Technology, 2(2), pp. 88-102. Farida, I., Tarmizi, A. & November, Y., 2016. Analisis Pengaruh Bauran Pemasaran 7P Terhadap Kepuasan Pelanggan Pengguna Gojek Online. Jurnal Riset Manajemen dan Bisnis, 1(1), pp. 31-40. Goi, C. L., 2009. A Review of Marketing Mix: 4Ps or More. International Journal of Marketing Studies, 1(1), pp. 2-15. Harahap, H., 2006. Analisis Prioritas Strategi Bauran Pemasaran pada PT. Taman Safari Indonesia. Skripsi Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hardani, et al., 2020. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Ilmu. Hill, C. W. L., Jones, G. R. & Schilling, M. A., 2015. Strategic Management: An Integrated Approach. 11th ed. Stamford: Cengage Learning. Hyginus, O. O., Wabuji, D. S. & Christian, A., 2019. Pricing Strategy as A Factor for Sales Performance of Consumable Goods: Evidence From Consumable Goods Dealers in Wukari Local Government Area, Taraba State, Nigeria. Noble International Journal of Business and Management, 3(3), pp. 48-61. Judi, H. M., Jenal, R. & Genasan, D., 2011. Quality Control Implementation in Manufacturing Companies: Motivating Factors and Challenges. Application and Experiences of Quality Control, pp. 495-508. Karim, D., Sepang , J. L. & Lumanauw, B., 2014. Marketing Mix dan Pengaruhnya terhadap Volume Penjualan pada PT. Manado Sejati Perkasa Group. Jurnal Riset Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi, 2(1), pp. 421-430. Khan, A. et al., 2009. Effectiveness of Demonstration Plots as Extension Method Adopted by AKRSP for Agricultural Technology Dissemination in District Chitral. Sarhad Journal of Agriculture, 25(2), pp. 313-320. Khasanah, I., 2013. Analisis Pengaruh Ekuitas Merk terhadap Keputusan Pembelian Mie Instan Sedaap di Semarang. Jurnal Dinamika Manajemen, 4(1), pp. 93-102. Khodaparasti, R. B., Aboulfazli, A. & Isakhajelou, R., 2015. Ranking the Most Effective Marketing Mix Elements on the Sales of Javid Darb Company Products: an AHP Technique. Journal of International Studies, 8(2), pp. 163-173. Kotler, P. & Keller, K. L., 2016. Marketing Management. 15th Global ed. Harlow: Perason.

Kushwaha, G. S. & Agrawal, S. R., 2015. An Indian Customer Surrounding 7P of Service Marketing. Journal of Retailing and Customer Services, Volume 22, pp. 85-95. Lin, S. M., 2011. Marketing Mix 7P and Performance Assessment of Western Fast Food Industry in Taiwan. African Journal of Business Management, 5(26), pp. 10634-10644. Lloyd, C. S., 2016. HomeCare. [Online] Available at: https://www.homecaremag.com/operations-marketing/april2016/advantages-product-bundlesales#:~:text=Bundling%20is%20attractive%20to%20consumers,source% 20that%20offers%20several%20solutions. [Accessed 20 Juli 2020]. Malik, M. E. et al., 2013. Impact of Brand Image and Advertisment on Consumer Buying Behavior. World Applied Sciences Journal, 23(1), pp. 117-122. Mukhlis, 2017. Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Kabupaten Luwu Utara. [Online] Available at: http://dtphp.luwuutarakab.go.id/berita/3/unsur-hara-makrodan-mikro-yang-dibutuhkan-oleh-tanaman.html [Accessed 23 2 2020]. Pathak, A. K., Dubey, P. & Pandey, S., 2014. Fertilizer Marketing in Chhattisgarh: Underlying Problems and Solutions. International Journal of Research in Commerce & Management, 5(11), pp. 25-29. Pranita, E., 2019. Kompas.com. [Online] Available at: https://sains.kompas.com/read/2019/12/31/200500823/6- fakta-kemarau-panjang-dan-kekeringan-parah-tahun-2019?page=all [Accessed 13 Juli 2020]. PT. X, 2018. Laporan Penjualan Pupuk Urea, .: .. PT. X, 2019. Laporan Penjualan Pupuk Urea, .: .. PT. X, 2019. Laporan Produksi Pupuk Urea, .: .. Saaty, T. L., 1980. The Analytic Hierarchy Process. New York: McGraw-Hill. Sari, N. M., 2019. Liputan6.com. [Online] Available at: https://www.liputan6.com/citizen6/read/3921928/anekajenis-pupuk-dan-fungsinya-masing-masing-perlu-diketahui [Accessed 21 2 2020]. Shahin, A. & Mahbod, M. A., 2007. Prioritization of Key Performance Indicators: An Integration of Analytical Hierarchy Process and Goal Setting.

International Journal of Productivity and Performance Management, 56(3), pp. 226-240. Stone, M. A. & Desmond, J., 2007. Fundamentals of Marketing. London: Routledge. Sukotjo, H. & A., S. R., 2010. Analisa Marketing Mix 7P terhadap Keputusan Pembelian Produk Klinik Kecantikan Teta di Surabaya. Jurnal Mitra Ekonomi dan Manajemen Bisnis, 1(2), pp. 216-228. Tinungki, D. D., Tampi, J. R. E. & Punuindoong, A. Y., 2018. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap Tingkat Penjualan Motor Yamaha Mio M3 pada PT. Hasjrat Abadi Cabang Tumpaan. Jurnal Administrasi Bisnis, 6(3), pp. 9-17. Wahyuningsih, N., Dania, W. A. P. & Dewi, I. A., 2014. Analisis Strategi Bauran Pemasaran Minuman Kopi Menggunakan Metode AHP dan TOPSIS. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Wood, L., 2000. Brands and Brand Equity: Definition and Management. Management Decision, 38(9), pp. 662-669. Zhang, Y., 2015. The Impact of Brand Image on Consumer Behaviour: A Literature Review. Open Journal of Business and Management, Volume 3, pp. 58-62.


 








0 Komentar untuk "PENENTUAN PRIORITAS PADA BAURAN PEMASARAN 4P PUPUK UREA"

Back To Top