Panduan Lengkap cara mengecek Sertifikat Pelaut Online Terbaru tahun 2022 meliputi Rating, Nama dari STIP, Barombong dan keterangan sertifikasi lainnya
cara cek setifikat pelaut online |
Pembinaan
dan pengembangan sumber daya manusia pelaut dimaksudkan untuk menciptakan
pelaut yang profesional yaitu cakap dan terampil, berwatak serta memiliki sikap
mandiri dan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayaran nasional atau
asing, yang penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek-aspek teknis
kepelautan, ketenagakerjaan dan aspek pendidikan umum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Perencanaan
pembinaan sumber daya manusia pelaut didasarkan atas prinsip penempatan pada tugas
yang disesuaikan dengan kualifikasi atau keahlian atau keterampilan yang
bersangkutan, yang dari waktu ke waktu perlu dibina keseimbangannya antara
jumlah ketersediaan dengan jumlah kebutuhan pelaut. Bahwa untuk menjamin
keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut,
diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan terampil,
dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan awak kapal
yang cukup dan cakap untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan
jabatannya dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah
pelayaran.
Mengingat
tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara lain meninggalkan keluarga dalam waktu
relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal harus menangani sendiri tanpa batas
waktu/jam kerja, dan bekerja pada segala cuaca, maka diperlukan adanya
pengaturan perlindungan kerja tersendiri.
Cara Cek Sertifikat Pelaut
Bagi pelaut yang sudah memiliki sertifikat, diharuskan untuk melakukan revalidasi sertifikat tersebut. Bagaimana caranya? caranya dengan mengecek sertifikat pelaut di situs pelaut.dephub.go.id. Berikut langkah-langkahnya:
1. Buka situs/website pelaut.dephub.go.id
Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.
2. Masukkan kode pelaut dan kode sertifikat.
Para pelaut harus mengetahui kode pelautnya masing-masing. Pelaut harus melihat di sertifikatnya. Seperti pada gambar berikut.
Nomor sertifikat pelaut terdiri dari 16 digit. Nah, kode pelaut adalah 10 digit pertama dari nomor sertifikat dan. Misalnya nomor sertifikat pelaut Anda adalah 1122334455667788, maka kode pelaut Anda adalah 1122334455. Kode sertifikat adalah digit ke 11 dan ke 12 dari nomor sertifikat maka kode sertifikat adalah 66.
3. Samakan Capcha
Masukkan kode sesuai dengan Capcha yang muncul. Harus benar benar sesuai baik hurufnya (besar/kecil) maupun angkanya. Namun jika terjadi error pada chapcha, anda cukup memasukkan kode pelaut dan nomor sertifikat saja.
4. Tekan Icon
Langkah terakhir adalah klik/ icon search.
Kode Sertifikat Pelaut
Berikut beberapa kode sertifikat pelaut, antara lain
KODE SERTIFIKAT
|
01 : BST
06 : AFF 07 : MFA 08 : MC 04 : SCRB 31 : SAT 32 : SDSD 24 : SSO 09 : TFC 10 : OT 39 : BOCT 41 : AOT 37 : BLGT 03 : RADAR 02 : ARPA 28 : ECDIS 23 : BRM 27 : ERM 13 : CROWD MAN (CMT) 17 : CRISIS MAN (CMHB) |
Lembaga Diklat Kelautan
Ada juga beberapa kode lembaga diklat keterampilan kelautan yaitu:
KODE
|
LEMBAGA DIKLAT
|
01
02 03 04 05 06 07 11 18 24 38 40 42 49 |
STIP Jakarta
BP3IP PIP Semarang PIP Makassar PIP Surabaya BP2IP Makassar PERTAMINA (PMTC) BINA SENA Jakarta POSEIDON BP2IP Tangerang BP2IP Aceh AKPELNI Semarang SUPM Negeri Pontianak Humpus Trilogi MTC |
Akhir-akhir ini ada informasi terbaru mengenai revalidasi sertifikat pelaut. Ada beberapa sertifikat pelaut yang tidak memerlukan revalidasi. Hal ini berdasarkan surat edaran resmi dari dirjen hubla tanggal 18 Oktober 2018. Adapun sertifikat pelaut yang tidak perlu direvalidasi yaitu MFA, MC, SAT, STSDSD, SSO, CCM.
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7
TAHUN 2000
TENTANG
KEPELAUTAN
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa
dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
diatur
ketentuan-ketentuan mengenai sumber daya manusia, khususnya
pelaut;
b. bahwa
untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf
a, dipandang perlu mengatur mengenai kepelautan dengan
Peraturan
Pemerintah;
Mengingat:
1. Pasal 5
ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Nomor
3493);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
PEMERINTAH TENTANG KEPELAUTAN.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan,
pendidikan,
persertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut;
2. Awak
kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau
operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan
jabatannya yang tercantum dalam buku sijil;
3. Pelaut
adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan
sebagai awak kapal;
4.
Sertifikat kepelautan adalah dokumen kepelautan yang sah dengan nama
apapun yang
diterbitkan oleh Menteri atau yang diberi kewenangan oleh
Menteri;
5.
Perjanjian Kerja Laut adalah perjanjian kerja perorangan yang
ditandatangani
oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di
perairan;
6. Tonase
Kotor yang selanjutnya disebut GT adalah satuan volume kapal;
7. Kilowatt
yang selanjutnya disebut KW adalah satuan kekuatan mesin kapal;
8. Menteri
adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pelayaran.
BAB II
PELAUT
Pasal 2
(1)Setiap
pelaut yang bekerja pada kapal niaga, kapal penangkap ikan, kapal
sungai dan danau
harus mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan
sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2)
Kualifikasi keahlian dan keterampilan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak
berlaku terhadap pelaut yang bekerja pada:
a. kapal
layar motor;
b. kapal
layar;
c. kapal
motor dengan ukuran kurang dari GT 35;
d. kapal
pesiar pribadi yang dipergunakan tidak untuk berniaga;
e.
kapal-kapal khusus.
(3)
Ketentuan mengenai kualifikasi keahlian dan keterampilan bagi setiap
pelaut yang
bekerja di kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut
dengan Keputusan Menteri.
BAB III
PENGAWAKAN
KAPAL NIAGA DAN
KEWENANGAN
JABATAN
Bagian
Pertama
Pengawakan
Kapal Niaga
Pasal 3
(1)Setiap
awak kapal harus memiliki sertifikat kepelautan.
(2)Jenis
sertifikat kepelautan yang dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
a.
Sertifikat Keahlian Pelaut;
b.
Sertifikat Keterampilan Pelaut.
Pasal 4
(1)Jenis
Sertifikat Keahlian Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a
terdiri dari :
a. Sertifikat
Keahlian Pelaut Nautika;
b.
Sertifikat Keahlian Pelaut Teknik Permesinan;
c.
Sertifikat Keahlian Pelaut Radio Elektronika.
(2)Jenis
Sertifikat Keterampilan Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2)
huruf b terdiri dari:
a.
Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut;
b.
Sertifikat Keterampilan Khusus.
Pasal 5
(1)Sertifikat
Keahlian Pelaut Nautika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1)
huruf a, terdiri dari:
a.
Sertifikat Ahli Nautika Tingkat I;
b.
Sertifikat Ahli Nautika Tingkat II;
c. Sertifikat
Ahli Nautika Tingkat III;
d.
Sertifikat Ahli Nautika Tingkat IV;
e.
Sertifikat Ahli Nautika Tingkat V;
f.
Sertifikat Ahli Nautika Tingkat Dasar.
(2)Sertifikat
Keahlian Pelaut Teknik Permesinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
4 ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat I;
b.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat II;
c.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat III;
d.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat IV;
e.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat V;
f.
Sertifikat Ahli Teknika Tingkat Dasar.
(3)Sertifikat
Keahlian Pelaut Radio Elektronika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat
(1) huruf c, terdiri dari:
a.
Sertifikat Radio Elektronika Kelas I;
b.
Sertifikat Radio Elektronika Kelas II;
c.
Sertifikat Operator Umum;
d.
Sertifikat Operator Terbatas.
Pasal 6
(1)Sertifikat
Keterampilan Dasar Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2)
huruf a adalah Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic
Safety
Training).
(2)Jenis
Sertifikat Keterampilan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2)
huruf b, terdiri dari:
a.
Sertifikat Keselamatan Kapal Tanki (Tanker Safety);
b.
Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang Roro;
c.
Sertifikat Keterampilan Penggunaan Pesawat Luput Maut dan Sekoci
Penyelamat
(Survival Craft dan Rescue Boats);
d. Sertifikat
Keterampilan Sekoci Penyelamat Cepat (Fast Rescue Boats);
e.
Sertifikat Keterampilan Pemadaman Kebakaran Tingkat Lanjut
(Advance
Fire Fighting);
f.
Sertifikat Keterampilan Pertolongan Pertama (Medical Emergency First
Aid);
g.
Sertifikat Keterampilan Perawatan Medis di atas Kapal (Medical Care on
Boats);
h.
Sertifikat Radar Simulator;
i.
Sertifikat ARPA Simulator;
Pasal 7
(1) Pada
setiap kapal yang berlayar, harus berdinas:
a. Seorang
nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki sertifikat
keahlian
pelaut dan sertifikat keterampilan pelaut sesuai dengan daerah
pelayaran,
ukuran kapal, jenis kapal dan daya penggerak kapal;
b. Sejumlah
rating yang memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau
sertifikat
keterampilan pelaut sesuai dengan jenis tugas, ukuran dan
tata susunan
kapal.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah perwira kapal dan rating
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Kewenangan
Jabatan
Pasal 8
(1)
Kewenangan jabatan di atas kapal diberikan kepada pemegang sertifikat
keahlian
pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sesuai dengan jenis
dan tingkat
sertifikat yang dimiliki.
(2)
Kewenangan jabatan di atas kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
PENDIDIKAN,
PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI
KEPELAUTAN
KAPAL NIAGA
Bagian
Pertama
Pendidikan
Pasal 9
(1)
Pendidikan kepelautan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
unit
pendidikan kepelautan yang dikelola oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Penyelenggaraan pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
wajib mendapat izin dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang
pendidikan nasional setelah mendengar pendapat dari Menteri.
(3) Untuk memperoleh
izin penyelenggaraan pendidikan kepelautan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki
sarana dan prasarana;
b. memiliki
tenaga pendidik tetap dan tidak tetap yang bersertifikat
kepelautan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan memiliki
sertifikat
kewenangan mengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. memiliki
Sistem Manajemen Mutu sesuai dengan ketentuan nasional
maupun
internasional.
(4)Izin
penyelenggaraan pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2)
dapat dicabut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan
nasional apabila pemegang izin tidak memenuhi kewajibannya
setelah
mendengar pendapat dari Menteri.
Pasal 10
(1)
Kurikulum pendidikan kepelautan disusun dengan memperhatikan:
a. aspek
keselamatan pelayaran;
b. tingkat
kemampuan dan kecakapan pelaut, sesuai standar kompetensi
yang
ditetapkan;
c.
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen di
bidang
pelayaran;
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum pendidikan kepelautan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional setelah mendengar
pendapat
dari Menteri.
Pasal 11
(1)
Pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilaksanakan
melalui
jalur sekolah, yang terdiri dari :
a.
pendidikan profesional kepelautan;
b.
pendidikan teknis fungsional kepelautan.
(2)Jenjang
pendidikan profesional kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
huruf a terdiri dari:
a.
pendidikan pelaut tingkat dasar;
b.
pendidikan pelaut tingkat menengah;
c.
pendidikan pelaut tingkat tinggi.
(3)
Pendidikan teknis fungsional kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1)
huruf b, terdiri dari :
a. DIKLAT
teknis profesi kepelautan;
b. DIKLAT
keterampilan pelaut.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pendidikan profesional
kepelautan
dan pendidikan teknis fungsional kepelautan sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pengujian
Pasal 12
(1) Ujian
untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
5 dilaksanakan oleh Dewan Penguji yang mandiri sesuai
dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ujian sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
Untuk
mengikuti pendidikan dan ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal
12, dipungut biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah
tersendiri.
Bagian
Ketiga
Sertifikat
Kepelautan
Pasal 14
(1) Bagi
peserta pendidikan kepelautan yang lulus ujian sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 12, diberikan sertifikat keahlian pelaut sesuai
dengan jenis
dan jenjang pendidikan kepelautan yang ditempuh.
(2) Bagi
peserta yang telah mengikuti pendidikan kepelautan sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b diberikan sertifikat keterampilan
pelaut
sesuai dengan jenis pendidikan kepelautan yang ditempuh.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Sertifikat Keahlian
Pelaut dan
Sertifikat Keterampilan Pelaut sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri;
BAB V
PERLINDUNGAN
KERJA PELAUT
Bagian
Pertama
Buku Pelaut
Pasal 15
(1)Setiap
pelaut yang bekerja di kapal dengan ukuran kurang dari GT.35 untuk
kapal jenis
tertentu, ukuran GT. 35 atau lebih untuk kapal dengan tenaga
penggerak
mesin, dan ukuran GT.105 atau lebih untuk kapal tanpa tenaga
penggerak
mesin, harus disijil oleh pejabat Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri.
(2) Bagi
pelaut yang telah disijil diberikan Buku Pelaut.
(3) Buku
pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan identitas
bagi pelaut
dan berlaku sebagai dokumen perjalanan bagi pelaut yang akan
naik kapal
di luar negeri atau menuju Indonesia setelah turun kapal di luar
negeri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyijilan dan buku pelaut,
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan
Keputusan
Menteri.
Pasal 16
(1) Untuk
mendapatkan Buku Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (3)
dikenakan biaya.
(2)
Penetapan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Bagian Kedua
Persyaratan
Kerja di Kapal
Pasal 17
Untuk dapat
bekerja sebagai awak kapal, wajib memenuhi persyaratan:
a. memiliki
Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau Sertifikat Keterampilan
Pelaut;
b. berumur
sekurang-kurangnya 18 tahun;
c. sehat
jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus
dilakukan untuk itu;
d. disijil.
Pasal 18
(1)Setiap
pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang
masih
berlaku.
(2)
Perjanjian Kerja Laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memuat
hak-hak dan
kewajiban dari masing-masing pihak dan memenuhi
ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Hak-hak
dan kewajiban dari masing-masing pihak sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(2) sekurang-kurangnya adalah :
a. hak
pelaut :
menerima
gaji, upah lembur, uang pengganti hari-hari libur, uang
delegasi,
biaya pengangkutan dan upah saat diakhirinya pengerjaan,
pertanggungan
untuk barang-barang milik pribadi yang dibawa dan
kecelakaan
pribadi serta perlengkapan untuk musim dingin untuk yang
bekerja di
daerah yang iklimnya dingin dan di musim dingin di wilayah
yang suhunya
15 derajat celcius atau kurang yang berupa pakaian dan
peralatan
musim dingin.
b. kewajiban
pelaut :
melaksanakan
tugas sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan sesuai
dengan
perjanjian, menanggung biaya yang timbul karena kelebihan
barang
bawaan di atas batas ketentuan yang ditetapkan oleh
perusahaan,
menaati perintah perusahaan dan bekerja sesuai dengan
jangka waktu
perjanjian.
c. hak
pemilik/operator:
mempekerjakan
pelaut.
d. kewajiban
pemilik/operator:
memenuhi
semua kewajiban yang merupakan hak-hak pelaut
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a.
(4)
Perjanjian Kerja Laut harus diketahui oleh pejabat Pemerintah yang
ditunjuk
oleh Menteri.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perjanjian Kerja Laut sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Keputusan
Menteri.
Bagian
Ketiga
Penempatan
Pelaut
Pasal 19
(1) Pelaut
Indonesia dapat bekerja di kapal Indonesia dan/atau kapal asing
sesuai
dengan Sertifikat Keahlian Pelaut atau Sertifikat Keterampilan Pelaut
yang
dimilikinya.
(2) Untuk
membuka kesempatan kerja pelaut Indonesia pada kapal-kapal asing
di luar
negeri, penempatan tenaga kerja pelaut dapat dilakukan oleh
perusahaan
pelayaran nasional atau perusahaan jasa penempatan tenaga
kerja pelaut
yang memenuhi persyaratan.
(3)
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan jasa penempatan tenaga
kerja pelaut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. berbentuk
badan hukum Indonesia yang memiliki izin usaha
penempatan
tenaga kerja pelaut;
b. memiliki
tenaga ahli pelaut.
(4) Bagi
pelaut yang bekerja pada kapal-kapal asing di luar negeri tanpa
melalui
penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2)
berkewajiban:
a. membuat
perjanjian kerja laut sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b.
perjanjian kerja laut sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
memuat hukum
mana yang berlaku apabila terjadi perselisihan yang
menyangkut
pelaksanaan perjanjian kerja laut;
c. melapor
kepada perwakilan Republik Indonesia dimana pelaut tersebut
bekerja.
(5) Bagi
pelaut yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat
(4), menanggung sendiri akibat yang timbul apabila terjadi
perselisihan
yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerja laut.
18
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan tenaga kerja pelaut
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan
Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setelah
mendengar pendapat dari Menteri.
Pasal 20
Usaha
penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dilakukan
dengan memperhatikan :
a.
penciptaan perluasan kesempatan kerja pelaut khususnya yang bekerja di
kapal-kapal
berbendera asing;
b.
pengembangan fasilitas pendidikan kepelautan yang memenuhi
persyaratan
sesuai ketentuan internasional;
c.
peningkatan kemampuan dan keterampilan pelaut sesuai dengan
perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pelayaran.
Bagian
Keempat
Kesejahteraan
Awak Kapal
Pasal 21
(1)Jam kerja
bagi awak kapal ditetapkan 8 (delapan) jam setiap hari dengan 1
(satu) hari
libur setiap minggu dan hari-hari libur resmi.
(2)
Perhitungan gaji jam kerja bagi awak kapal ditetapkan 44 (empat puluh
empat) jam
setiap minggu.
(3)Jam kerja
melebihi dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dan
dipekerjakan pada hari-hari libur sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dihitung
lembur.
(4)Setiap
awak kapal harus diberikan waktu istirahat paling sedikit 10
(sepuluh)
jam dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam yang dapat
dibagi 2,
yang salah satu di antaranya tidak kurang dari 6 (enam) jam
kecuali
dalam keadaan darurat.
19
(5)
Pelaksanaan tugas-tugas darurat demi keselamatan berlayar dan muatan
termasuk
latihan-latihan di kapal atau untuk memberikan pertolongan dalam
bahaya
sesuai peraturan keselamatan pelayaran, tidak dihitung lembur.
(6) Pelaut
muda atau pelaut yang berumur antara 16 tahun sampai dengan 18
tahun dan
dipekerjakan sebagai apapun di atas kapal, tidak diperbolehkan
untuk :
a.
dipekerjakan melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu;
b.
dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (5).
Pasal 22
(1) Upah
minimum bagi awak kapal dengan jabatan terendah ditetapkan oleh
Menteri yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, berdasarkan
ketentuan
upah minimum tenaga kerja sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Upah
lembur per jam dihitung dengan
rumus =
upah minimum
190
X 1,25.
Pasal 23
Hari libur
yang dibayar dihitung untuk setiap bulan 4 (empat) hari kerja, yang
besarnya
setiap hari 1/30 (sepertigapuluh) dari gaji minimum bulanan.
Pasal 24
(1)Setiap
awak kapal berhak mendapatkan cuti tahunan yang lamanya paling
sedikit 20
(dua puluh) hari kalender untuk setiap jangka waktu 1 (satu)
tahun
bekerja.
(2) Atas
permintaan pengusaha angkutan di perairan, awak kapal yang
mendapatkan
hak cuti tahunan dapat mengganti hak cutinya dengan
imbalan upah
sejumlah hari cuti yang tidak dinikmatinya.
Pasal 25
(1)
Pengusaha angkutan di perairan wajib menyediakan makanan dan alat-alat
pelayanan
dalam jumlah yang cukup dan layak untuk setiap pelayaran bagi
setiap awak
kapal di atas kapal.
(2) Makanan
harus memenuhi jumlah, ragam serta nilai gizi dengan jumlah
minimum
3.600 kalori per hari yang diperlukan awak kapal untuk tetap
sehat dalam
melakukan tugas-tugasnya di kapal.
(3) Air
tawar harus tetap tersedia di kapal dengan jumlah yang cukup dan
memenuhi
standar kesehatan.
(4)
Alat-alat pelayanan seperti peralatan dapur dan atau peralatan memasak,
serta
perlengkapan ruang makan, harus tersedia dalam jumlah yang cukup
dan baik.
Pasal 26
(1) Awak
kapal yang habis masa kontrak kerjanya harus dikembalikan ke
tempat
domisilinya atau ke pelabuhan di tempat perjanjian kerja laut
ditandatangani.
(2)Jika awak
kapal memutuskan hubungan kerja atas kehendak sendiri,
pengusaha
angkutan di perairan dibebaskan dari kewajiban pembiayaan
untuk
pemulangan yang bersangkutan.
(3) Apabila
masa kontrak dari awak kapal habis masa berlakunya pada saat
kapal dalam
pelayaran, awak kapal yang bersangkutan diwajibkan
meneruskan
pelayaran sampai di pelabuhan pertama yang disinggahi
dengan
mendapat imbalan upah dan kesejahteraan sejumlah hari kelebihan
dari masa
kontrak.
(4)
Biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3),
merupakan
tanggungan pengusaha angkutan di perairan, yang meliputi
biaya-biaya
pemulangan, penginapan dan makanan sejak diturunkan dari
kapal sampai
tiba di tempat domisilinya.
Pasal 27
(1) Apabila
terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di
perairan
karena kapal musnah atau tenggelam, pengusaha angkutan di
perairan
wajib membayar pesangon kepada awak kapal yang bersangkutan
sebesar 2
(dua) kali penghasilan bulan terakhir dan hak lainnya sesuai
dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Apabila
terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di
perairan
karena kapal dianggurkan, atau dijual, pengusaha angkutan di
perairan
wajib membayar pesangon kepada awak kapal sesuai peraturan
perundang-
undangan yang berlaku.
Pasal 28
(1)
Pengusaha angkutan di perairan wajib menanggung biaya perawatan dan
pengobatan
bagi awak kapal yang sakit atau cidera selama berada di atas
kapal.
(2) Awak
kapal yang sakit atau cedera akibat kecelakaan sehingga tidak dapat
bekerja atau
harus dirawat, pengusaha angkutan di perairan selain wajib
membiayai
perawatan dan pengobatan juga wajib membayar gaji penuh
jika awak
kapal tetap berada atau dirawat di kapal.
(3)Jika awak
kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diturunkan
dari kapal
untuk perawatan di darat, pengusaha angkutan di perairan selain
wajib
membiayai perawatan dan pengobatan, juga wajib membayar sebesar
100 % dari
gaji minimumnya setiap bulan pada bulan pertama dan sebesar
80 % dari
gaji minimumnya setiap bulan pada bulan berikutnya, sampai
yang
bersangkutan sembuh sesuai surat keterangan petugas medis, dengan
ketentuan
tidak lebih dari 6 (enam) bulan untuk yang sakit dan tidak lebih
dari 12 (dua
belas) bulan untuk yang cedera akibat kecelakaan.
(4) Bila
awak kapal diturunkan dan dirawat di luar negeri, selain biaya
perawatan
dan pengobatan, pengusaha angkutan di perairan juga
menanggung
biaya pemulangan kembali ke tempat domisilinya.
Pasal 29
Besarnya
ganti rugi atas kehilangan barang-barang milik awak kapal akibat
tenggelam
atau terbakarnya kapal, sesuai dengan nilai barang-barang yang
wajar
dimilikinya yang hilang atau terbakar.
Pasal 30
(1)Jika awak
kapal setelah dirawat akibat kecelakaan kerja, menderita cacat
tetap yang
mempengaruhi kemampuan kerja, besarnya santunan
ditentukan :
a. cacat
tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang 100 %,
besarnya
santunan minimal Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
b. cacat
tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja berkurang, besarnya
santunan
ditetapkan sebesar persentase dari jumlah sebagaimana
ditetapkan
dalam huruf a, sebagai berikut:
1)
kehilangan satu lengan : 40 %
2)
kehilangan kedua lengan : 100 %
3)
kehilangan satu telapak tangan : 30 %
4)
kehilangan kedua telapak tangan : 80 %
5)
kehilangan satu kaki dari paha : 40 %
6)
kehilangan kedua kaki dari paha : 100 %
7)
kehilangan satu telapak kaki : 30 %
8)
kehilangan kedua telapak kaki : 80 %
9)
kehilangan satu mata : 30 %
10)kehilangan
kedua mata : 100 %
11)kehilangan
pendengaran satu telinga : 15 %
12)kehilangan
pendengaran kedua telinga : 40 %
13)kehilangan
satu jari tangan : 10 %
14)kehilangan
satu jari kaki : 5 %
(2)Jika awak
kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, besarnya santunan ditentukan dengan
menjumlahkan
besarnya persentase, dengan ketentuan tidak melebihi
jumlah
sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Pasal 31
(1)Jika awak
kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di
perairan
wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenasahnya
ke tempat
yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang
keadaan
memungkinkan.
(2)Jika awak
kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar
santunan:
a. untuk
meninggal karena sakit besarnya santunan minimal
Rp.100.000.000,-
(seratus juta rupiah);
b. untuk
meninggal akibat kecelakaan kerja besarnya santunan minimal
150.000.000,-
(seratus lima puluh juta rupiah).
(3)Santunan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diberikan kepada ahli
warisnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian
Kelima
Akomodasi
Awak Kapal
Pasal 32
(1)
Akomodasi awak kapal di atas kapal harus memenuhi persyaratan
keamanan dan
kesejahteraan awak kapal.
(2)
Penempatan, tata susunan dan pengaturan serta hubungan dengan ruangan
lain dari
akomodasi awak kapal harus sedemikian rupa sehingga menjamin
keselamatan
awak kapal yang cukup, perlindungan terhadap cuaca dan air
laut, dan
disekat dari panas dan dingin serta kebisingan dari ruanganruangan mesin dan
ruangan-ruangan lainnya, serta tidak ada pintu-pintu
langsung ke
kamar tidur dari ruangan muatan, ruangan mesin atau dari
ruangan
dapur dan ruangan-ruangan penyimpanan.
(3) Bagian
dari sekat, harus memisahkan ruangan-ruangan sebagaimana
dimaksud
dalam ayat (2) dari kamar tidur dan sekat luar harus dibuat dari
baja atau
bahan sejenis yang diakui dan harus kedap air dan kedap gas.
(4)Semua
kamar tidur harus terletak lebih tinggi dari garis muat di lambung
kapal.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dikecualikan bagi
kapal-kapal
tertentu atau kapal-kapal penumpang tertentu.
(6)Semua
ruangan tempat tinggal awak kapal harus dilengkapi dengan
pencegah
masuknya serangga melalui pintu-pintu, jendela-jendela dan
lubang-lubang
ke dalam ruangan.
(7)Semua
ruangan tempat tinggal awak kapal harus tetap dirawat dan dijaga
dalam
keadaan bersih dan baik dan tidak boleh diisi dan digunakan untuk
menyimpan
barang-barang lainnya.
Pasal 33
(1)
Ketentuan luas lantai ruang tidur untuk setiap awak kapal adalah:
a. paling
sedikit 2.00 M2 untuk kapal-kapal lebih kecil dari GT.500;
b. paling
sedikit 2.35 M2 untuk kapal-kapal dengan ukuran GT.500 ke atas;
c. paling
sedikit 2.78 M2 untuk kapal-kapal dengan ukuran GT.3.000 ke atas.
(2)Setiap
perwira harus mempunyai satu kamar tidur untuk sendiri,
sedangkan
untuk rating satu kamar tidur untuk 2 (dua) orang, kecuali di
kapal-kapal
penumpang.
(3) Untuk
kamar tidur rating di kapal-kapal penumpang yang satu kamar tidur
terdapat 4
(empat) tempat tidur, maka luas lantai per orang minimal 2,22
M2.
0 Komentar untuk "Cara Cek Sertifikat Pelaut Online Terbaru Desember 2023 [Rating, STIP, Barombong]"