Cara Cek Sertifikat Pelaut Online Terbaru Desember 2023 [Rating, STIP, Barombong]


Panduan Lengkap cara mengecek Sertifikat Pelaut Online Terbaru tahun 2022 meliputi Rating, Nama dari  STIP, Barombong dan keterangan sertifikasi lainnya

cara cek setifikat pelaut online
cara cek setifikat pelaut online



Pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia pelaut dimaksudkan untuk menciptakan pelaut yang profesional yaitu cakap dan terampil, berwatak serta memiliki sikap mandiri dan diarahkan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayaran nasional atau asing, yang penyelenggaraannya harus memperhatikan aspek-aspek teknis kepelautan, ketenagakerjaan dan aspek pendidikan umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Perencanaan pembinaan sumber daya manusia pelaut didasarkan atas prinsip penempatan pada tugas yang disesuaikan dengan kualifikasi atau keahlian atau keterampilan yang bersangkutan, yang dari waktu ke waktu perlu dibina keseimbangannya antara jumlah ketersediaan dengan jumlah kebutuhan pelaut. Bahwa untuk menjamin keselamatan pelayaran sebagai penunjang kelancaran lalu lintas kapal di laut, diperlukan adanya awak kapal yang berkeahlian, berkemampuan dan terampil, dengan demikian setiap kapal yang akan berlayar harus diawaki dengan awak kapal yang cukup dan cakap untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya dengan mempertimbangkan besaran kapal, tata susunan kapal dan daerah pelayaran.

Mengingat tugas sebagai awak kapal memiliki ciri khusus yang antara  lain meninggalkan keluarga dalam waktu relatif lama, saat terjadi kerusakan kapal harus menangani sendiri tanpa batas waktu/jam kerja, dan bekerja pada segala cuaca, maka diperlukan adanya pengaturan perlindungan kerja tersendiri.

Cara Cek Sertifikat Pelaut


Bagi pelaut yang sudah memiliki sertifikat, diharuskan untuk melakukan revalidasi sertifikat tersebut. Bagaimana caranya? caranya dengan mengecek sertifikat pelaut di situs pelaut.dephub.go.id. Berikut langkah-langkahnya:

1. Buka situs/website pelaut.dephub.go.id

Akan muncul tampilan seperti gambar berikut.
Cek Sertifikat Pelaut

2. Masukkan kode pelaut dan kode sertifikat. 

Para pelaut harus mengetahui kode pelautnya masing-masing. Pelaut harus melihat di sertifikatnya. Seperti pada gambar berikut.
Sertifikat Pelaut

Nomor sertifikat pelaut terdiri dari 16 digit. Nah, kode pelaut adalah 10 digit pertama dari nomor sertifikat dan. Misalnya nomor sertifikat pelaut Anda adalah 1122334455667788, maka kode pelaut Anda adalah 1122334455. Kode sertifikat adalah digit ke 11 dan ke 12 dari nomor sertifikat maka kode sertifikat adalah 66.

3. Samakan Capcha

Masukkan kode sesuai dengan Capcha yang muncul. Harus benar benar sesuai baik hurufnya (besar/kecil) maupun angkanya. Namun jika terjadi error pada chapcha, anda cukup memasukkan kode pelaut dan nomor sertifikat saja.

4. Tekan Icon

Langkah terakhir adalah klik/ icon search.

Kode Sertifikat Pelaut

Berikut beberapa kode sertifikat pelaut, antara lain
KODE SERTIFIKAT
01 : BST
06 : AFF
07 : MFA
08 : MC
04 : SCRB
31 : SAT
32 : SDSD
24 : SSO
09 : TFC
10 : OT
39 : BOCT
41 : AOT
37 : BLGT
03 : RADAR
02 : ARPA
28 : ECDIS
23 : BRM
27 : ERM
13 : CROWD MAN 
        (CMT)
17 : CRISIS MAN 
        (CMHB)

Lembaga Diklat Kelautan

Ada juga beberapa kode lembaga diklat keterampilan kelautan yaitu:
KODE
LEMBAGA DIKLAT
01
02
03
04
05
06
07
11
18
24
38
40
42
49
STIP Jakarta
BP3IP
PIP Semarang
PIP Makassar
PIP Surabaya
BP2IP Makassar
PERTAMINA (PMTC)
BINA SENA Jakarta
POSEIDON
BP2IP Tangerang
BP2IP Aceh
AKPELNI Semarang
SUPM Negeri Pontianak
Humpus Trilogi MTC
Akhir-akhir ini ada informasi terbaru mengenai revalidasi sertifikat pelaut. Ada beberapa sertifikat pelaut yang tidak memerlukan revalidasi. Hal ini berdasarkan surat edaran resmi dari dirjen hubla tanggal 18 Oktober 2018. Adapun sertifikat pelaut yang tidak perlu direvalidasi yaitu MFA, MC, SAT, STSDSD, SSO, CCM.







PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 2000
TENTANG
KEPELAUTAN
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
diatur ketentuan-ketentuan mengenai sumber daya manusia, khususnya
pelaut;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, dipandang perlu mengatur mengenai kepelautan dengan
Peraturan Pemerintah;
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3493);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELAUTAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan,
pendidikan, persertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut;
2. Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh
pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai
dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil;
3. Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau
keterampilan sebagai awak kapal;
4. Sertifikat kepelautan adalah dokumen kepelautan yang sah dengan nama
apapun yang diterbitkan oleh Menteri atau yang diberi kewenangan oleh
Menteri;
5. Perjanjian Kerja Laut adalah perjanjian kerja perorangan yang
ditandatangani oleh pelaut Indonesia dengan pengusaha angkutan di
perairan;
6. Tonase Kotor yang selanjutnya disebut GT adalah satuan volume kapal;
7. Kilowatt yang selanjutnya disebut KW adalah satuan kekuatan mesin kapal;
8. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pelayaran.
BAB II
PELAUT
Pasal 2
(1)Setiap pelaut yang bekerja pada kapal niaga, kapal penangkap ikan, kapal
sungai dan danau harus mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
(2) Kualifikasi keahlian dan keterampilan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak berlaku terhadap pelaut yang bekerja pada:
a. kapal layar motor;
b. kapal layar;
c. kapal motor dengan ukuran kurang dari GT 35;
d. kapal pesiar pribadi yang dipergunakan tidak untuk berniaga;
e. kapal-kapal khusus.
(3) Ketentuan mengenai kualifikasi keahlian dan keterampilan bagi setiap
pelaut yang bekerja di kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB III
PENGAWAKAN KAPAL NIAGA DAN
KEWENANGAN JABATAN
Bagian Pertama
Pengawakan Kapal Niaga
Pasal 3
(1)Setiap awak kapal harus memiliki sertifikat kepelautan.
(2)Jenis sertifikat kepelautan yang dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
a. Sertifikat Keahlian Pelaut;
b. Sertifikat Keterampilan Pelaut.
Pasal 4
(1)Jenis Sertifikat Keahlian Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(2) huruf a terdiri dari :
a. Sertifikat Keahlian Pelaut Nautika;
b. Sertifikat Keahlian Pelaut Teknik Permesinan;
c. Sertifikat Keahlian Pelaut Radio Elektronika.
(2)Jenis Sertifikat Keterampilan Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (2) huruf b terdiri dari:
a. Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut;
b. Sertifikat Keterampilan Khusus.
Pasal 5
(1)Sertifikat Keahlian Pelaut Nautika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat I;
b. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat II;
c. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat III;
d. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat IV;
e. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat V;
f. Sertifikat Ahli Nautika Tingkat Dasar.
(2)Sertifikat Keahlian Pelaut Teknik Permesinan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat I;
b. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat II;
c. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat III;
d. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat IV;
e. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat V;
f. Sertifikat Ahli Teknika Tingkat Dasar.
(3)Sertifikat Keahlian Pelaut Radio Elektronika sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c, terdiri dari:
a. Sertifikat Radio Elektronika Kelas I;
b. Sertifikat Radio Elektronika Kelas II;
c. Sertifikat Operator Umum;
d. Sertifikat Operator Terbatas.
Pasal 6
(1)Sertifikat Keterampilan Dasar Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf a adalah Sertifikat Keterampilan Dasar Keselamatan (Basic
Safety Training).
(2)Jenis Sertifikat Keterampilan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) huruf b, terdiri dari:
a. Sertifikat Keselamatan Kapal Tanki (Tanker Safety);
b. Sertifikat Keselamatan Kapal Penumpang Roro;
c. Sertifikat Keterampilan Penggunaan Pesawat Luput Maut dan Sekoci
Penyelamat (Survival Craft dan Rescue Boats);
d. Sertifikat Keterampilan Sekoci Penyelamat Cepat (Fast Rescue Boats);
e. Sertifikat Keterampilan Pemadaman Kebakaran Tingkat Lanjut
(Advance Fire Fighting);
f. Sertifikat Keterampilan Pertolongan Pertama (Medical Emergency First
Aid);
g. Sertifikat Keterampilan Perawatan Medis di atas Kapal (Medical Care on
Boats);
h. Sertifikat Radar Simulator;
i. Sertifikat ARPA Simulator;
Pasal 7
(1) Pada setiap kapal yang berlayar, harus berdinas:
a. Seorang nakhoda dan beberapa perwira kapal yang memiliki sertifikat
keahlian pelaut dan sertifikat keterampilan pelaut sesuai dengan daerah
pelayaran, ukuran kapal, jenis kapal dan daya penggerak kapal;
b. Sejumlah rating yang memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau
sertifikat keterampilan pelaut sesuai dengan jenis tugas, ukuran dan
tata susunan kapal.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jumlah perwira kapal dan rating
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Kewenangan Jabatan
Pasal 8
(1) Kewenangan jabatan di atas kapal diberikan kepada pemegang sertifikat
keahlian pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sesuai dengan jenis
dan tingkat sertifikat yang dimiliki.
(2) Kewenangan jabatan di atas kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
BAB IV
PENDIDIKAN, PENGUJIAN DAN SERTIFIKASI
KEPELAUTAN KAPAL NIAGA
Bagian Pertama
Pendidikan
Pasal 9
(1) Pendidikan kepelautan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau
unit pendidikan kepelautan yang dikelola oleh masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Penyelenggaraan pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan nasional setelah mendengar pendapat dari Menteri.
(3) Untuk memperoleh izin penyelenggaraan pendidikan kepelautan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki sarana dan prasarana;
b. memiliki tenaga pendidik tetap dan tidak tetap yang bersertifikat
kepelautan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan memiliki
sertifikat kewenangan mengajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
c. memiliki Sistem Manajemen Mutu sesuai dengan ketentuan nasional
maupun internasional.
(4)Izin penyelenggaraan pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) dapat dicabut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan nasional apabila pemegang izin tidak memenuhi kewajibannya
setelah mendengar pendapat dari Menteri.
Pasal 10
(1) Kurikulum pendidikan kepelautan disusun dengan memperhatikan:
a. aspek keselamatan pelayaran;
b. tingkat kemampuan dan kecakapan pelaut, sesuai standar kompetensi
yang ditetapkan;
c. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta manajemen di
bidang pelayaran;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kurikulum pendidikan kepelautan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional setelah mendengar
pendapat dari Menteri.
Pasal 11
(1) Pendidikan kepelautan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilaksanakan
melalui jalur sekolah, yang terdiri dari :
a. pendidikan profesional kepelautan;
b. pendidikan teknis fungsional kepelautan.
(2)Jenjang pendidikan profesional kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. pendidikan pelaut tingkat dasar;
b. pendidikan pelaut tingkat menengah;
c. pendidikan pelaut tingkat tinggi.
(3) Pendidikan teknis fungsional kepelautan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf b, terdiri dari :
a. DIKLAT teknis profesi kepelautan;
b. DIKLAT keterampilan pelaut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pendidikan profesional
kepelautan dan pendidikan teknis fungsional kepelautan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua
Pengujian
Pasal 12
(1) Ujian untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dilaksanakan oleh Dewan Penguji yang mandiri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ujian sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 13
Untuk mengikuti pendidikan dan ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
dan Pasal 12, dipungut biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah tersendiri.
Bagian Ketiga
Sertifikat Kepelautan
Pasal 14
(1) Bagi peserta pendidikan kepelautan yang lulus ujian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12, diberikan sertifikat keahlian pelaut sesuai
dengan jenis dan jenjang pendidikan kepelautan yang ditempuh.
(2) Bagi peserta yang telah mengikuti pendidikan kepelautan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf b diberikan sertifikat keterampilan
pelaut sesuai dengan jenis pendidikan kepelautan yang ditempuh.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan Sertifikat Keahlian
Pelaut dan Sertifikat Keterampilan Pelaut sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri;
BAB V
PERLINDUNGAN KERJA PELAUT
Bagian Pertama
Buku Pelaut
Pasal 15
(1)Setiap pelaut yang bekerja di kapal dengan ukuran kurang dari GT.35 untuk
kapal jenis tertentu, ukuran GT. 35 atau lebih untuk kapal dengan tenaga
penggerak mesin, dan ukuran GT.105 atau lebih untuk kapal tanpa tenaga
penggerak mesin, harus disijil oleh pejabat Pemerintah yang ditunjuk oleh
Menteri.
(2) Bagi pelaut yang telah disijil diberikan Buku Pelaut.
(3) Buku pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) merupakan identitas
bagi pelaut dan berlaku sebagai dokumen perjalanan bagi pelaut yang akan
naik kapal di luar negeri atau menuju Indonesia setelah turun kapal di luar
negeri.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyijilan dan buku pelaut,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 16
(1) Untuk mendapatkan Buku Pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (3) dikenakan biaya.
(2) Penetapan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah tersendiri.
Bagian Kedua
Persyaratan Kerja di Kapal
Pasal 17
Untuk dapat bekerja sebagai awak kapal, wajib memenuhi persyaratan:
a. memiliki Sertifikat Keahlian Pelaut dan/atau Sertifikat Keterampilan
Pelaut;
b. berumur sekurang-kurangnya 18 tahun;
c. sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan yang
khusus dilakukan untuk itu;
d. disijil.
Pasal 18
(1)Setiap pelaut yang akan disijil harus memiliki Perjanjian Kerja Laut yang
masih berlaku.
(2) Perjanjian Kerja Laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memuat
hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak dan memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) sekurang-kurangnya adalah :
a. hak pelaut :
menerima gaji, upah lembur, uang pengganti hari-hari libur, uang
delegasi, biaya pengangkutan dan upah saat diakhirinya pengerjaan,
pertanggungan untuk barang-barang milik pribadi yang dibawa dan
kecelakaan pribadi serta perlengkapan untuk musim dingin untuk yang
bekerja di daerah yang iklimnya dingin dan di musim dingin di wilayah
yang suhunya 15 derajat celcius atau kurang yang berupa pakaian dan
peralatan musim dingin.
b. kewajiban pelaut :
melaksanakan tugas sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan sesuai
dengan perjanjian, menanggung biaya yang timbul karena kelebihan
barang bawaan di atas batas ketentuan yang ditetapkan oleh
perusahaan, menaati perintah perusahaan dan bekerja sesuai dengan
jangka waktu perjanjian.
c. hak pemilik/operator:
mempekerjakan pelaut.
d. kewajiban pemilik/operator:
memenuhi semua kewajiban yang merupakan hak-hak pelaut
sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
(4) Perjanjian Kerja Laut harus diketahui oleh pejabat Pemerintah yang
ditunjuk oleh Menteri.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perjanjian Kerja Laut sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.
Bagian Ketiga
Penempatan Pelaut
Pasal 19
(1) Pelaut Indonesia dapat bekerja di kapal Indonesia dan/atau kapal asing
sesuai dengan Sertifikat Keahlian Pelaut atau Sertifikat Keterampilan Pelaut
yang dimilikinya.
(2) Untuk membuka kesempatan kerja pelaut Indonesia pada kapal-kapal asing
di luar negeri, penempatan tenaga kerja pelaut dapat dilakukan oleh
perusahaan pelayaran nasional atau perusahaan jasa penempatan tenaga
kerja pelaut yang memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan jasa penempatan tenaga
kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi:
a. berbentuk badan hukum Indonesia yang memiliki izin usaha
penempatan tenaga kerja pelaut;
b. memiliki tenaga ahli pelaut.
(4) Bagi pelaut yang bekerja pada kapal-kapal asing di luar negeri tanpa
melalui penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) berkewajiban:
a. membuat perjanjian kerja laut sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. perjanjian kerja laut sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
memuat hukum mana yang berlaku apabila terjadi perselisihan yang
menyangkut pelaksanaan perjanjian kerja laut;
c. melapor kepada perwakilan Republik Indonesia dimana pelaut tersebut
bekerja.
(5) Bagi pelaut yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), menanggung sendiri akibat yang timbul apabila terjadi
perselisihan yang menyangkut pelaksanaan perjanjian kerja laut.
18
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan  tenaga kerja pelaut
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan
Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setelah mendengar pendapat dari Menteri.
Pasal 20
Usaha penempatan tenaga kerja pelaut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19
dilakukan dengan memperhatikan :
a. penciptaan perluasan kesempatan kerja pelaut khususnya yang bekerja di
kapal-kapal berbendera asing;
b. pengembangan fasilitas pendidikan kepelautan yang memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan internasional;
c. peningkatan kemampuan dan keterampilan pelaut sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pelayaran.
Bagian Keempat
Kesejahteraan Awak Kapal
Pasal 21
(1)Jam kerja bagi awak kapal ditetapkan 8 (delapan) jam setiap hari dengan 1
(satu) hari libur setiap minggu dan hari-hari libur resmi.
(2) Perhitungan gaji jam kerja bagi awak kapal ditetapkan 44 (empat puluh
empat) jam setiap minggu.
(3)Jam kerja melebihi dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dan dipekerjakan pada hari-hari libur sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dihitung lembur.
(4)Setiap awak kapal harus diberikan waktu istirahat paling sedikit 10
(sepuluh) jam dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) jam yang dapat
dibagi 2, yang salah satu di antaranya tidak kurang dari 6 (enam) jam
kecuali dalam keadaan darurat.
19
(5) Pelaksanaan tugas-tugas darurat demi keselamatan berlayar dan muatan
termasuk latihan-latihan di kapal atau untuk memberikan pertolongan dalam
bahaya sesuai peraturan keselamatan pelayaran, tidak dihitung lembur.
(6) Pelaut muda atau pelaut yang berumur antara 16 tahun sampai dengan 18
tahun dan dipekerjakan sebagai apapun di atas kapal, tidak diperbolehkan
untuk :
a. dipekerjakan melebihi 8 jam sehari dan 40 jam seminggu;
b. dipekerjakan pada waktu istirahat, kecuali dalam hal-hal sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5).
Pasal 22
(1) Upah minimum bagi awak kapal dengan jabatan terendah ditetapkan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, berdasarkan
ketentuan upah minimum tenaga kerja sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.
(2) Upah lembur per jam dihitung dengan
rumus =
upah minimum
190
 X 1,25.
Pasal 23
Hari libur yang dibayar dihitung untuk setiap bulan 4 (empat) hari kerja, yang
besarnya setiap hari 1/30 (sepertigapuluh) dari gaji minimum bulanan.
Pasal 24
(1)Setiap awak kapal berhak mendapatkan cuti tahunan yang lamanya paling
sedikit 20 (dua puluh) hari kalender untuk setiap jangka waktu 1 (satu)
tahun bekerja.
(2) Atas permintaan pengusaha angkutan di perairan, awak kapal yang
mendapatkan hak cuti tahunan dapat mengganti hak cutinya dengan
imbalan upah sejumlah hari cuti yang tidak dinikmatinya.
Pasal 25
(1) Pengusaha angkutan di perairan wajib menyediakan makanan dan alat-alat
pelayanan dalam jumlah yang cukup dan layak untuk setiap pelayaran bagi
setiap awak kapal di atas kapal.
(2) Makanan harus memenuhi jumlah, ragam serta nilai gizi dengan jumlah
minimum 3.600 kalori per hari yang diperlukan awak kapal untuk tetap
sehat dalam melakukan tugas-tugasnya di kapal.
(3) Air tawar harus tetap tersedia di kapal dengan jumlah yang cukup dan
memenuhi standar kesehatan.
(4) Alat-alat pelayanan seperti peralatan dapur dan atau peralatan memasak,
serta perlengkapan ruang makan, harus tersedia dalam jumlah yang cukup
dan baik.
Pasal 26
(1) Awak kapal yang habis masa kontrak kerjanya harus dikembalikan ke
tempat domisilinya atau ke pelabuhan di tempat perjanjian kerja laut
ditandatangani.
(2)Jika awak kapal memutuskan hubungan kerja atas kehendak sendiri,
pengusaha angkutan di perairan dibebaskan dari kewajiban pembiayaan
untuk pemulangan yang bersangkutan.
(3) Apabila masa kontrak dari awak kapal habis masa berlakunya pada saat
kapal dalam pelayaran, awak kapal yang bersangkutan diwajibkan
meneruskan pelayaran sampai di pelabuhan pertama yang disinggahi
dengan mendapat imbalan upah dan kesejahteraan sejumlah hari kelebihan
dari masa kontrak.
(4) Biaya-biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3),
merupakan tanggungan pengusaha angkutan di perairan, yang meliputi
biaya-biaya pemulangan, penginapan dan makanan sejak diturunkan dari
kapal sampai tiba di tempat domisilinya.
Pasal 27
(1) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di
perairan karena kapal musnah atau tenggelam, pengusaha angkutan di
perairan wajib membayar pesangon kepada awak kapal yang bersangkutan
sebesar 2 (dua) kali penghasilan bulan terakhir dan hak lainnya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Apabila terjadi pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha angkutan di
perairan karena kapal dianggurkan, atau dijual, pengusaha angkutan di
perairan wajib membayar pesangon kepada awak kapal sesuai peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
Pasal 28
(1) Pengusaha angkutan di perairan wajib menanggung biaya perawatan dan
pengobatan bagi awak kapal yang sakit atau cidera selama berada di atas
kapal.
(2) Awak kapal yang sakit atau cedera akibat kecelakaan sehingga tidak dapat
bekerja atau harus dirawat, pengusaha angkutan di perairan selain wajib
membiayai perawatan dan pengobatan juga wajib membayar gaji penuh
jika awak kapal tetap berada atau dirawat di kapal.
(3)Jika awak kapal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diturunkan
dari kapal untuk perawatan di darat, pengusaha angkutan di perairan selain
wajib membiayai perawatan dan pengobatan, juga wajib membayar sebesar
100 % dari gaji minimumnya setiap bulan pada bulan pertama dan sebesar
80 % dari gaji minimumnya setiap bulan pada bulan berikutnya, sampai
yang bersangkutan sembuh sesuai surat keterangan petugas medis, dengan
ketentuan tidak lebih dari 6 (enam) bulan untuk yang sakit dan tidak lebih
dari 12 (dua belas) bulan untuk yang cedera akibat kecelakaan.
(4) Bila awak kapal diturunkan dan dirawat di luar negeri, selain biaya
perawatan dan pengobatan, pengusaha angkutan di perairan juga
menanggung biaya pemulangan kembali ke tempat domisilinya.
Pasal 29
Besarnya ganti rugi atas kehilangan barang-barang milik awak kapal akibat
tenggelam atau terbakarnya kapal, sesuai dengan nilai barang-barang yang
wajar dimilikinya yang hilang atau terbakar.
Pasal 30
(1)Jika awak kapal setelah dirawat akibat kecelakaan kerja, menderita cacat
tetap yang mempengaruhi kemampuan kerja, besarnya santunan
ditentukan :
a. cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja hilang 100 %,
besarnya santunan minimal Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);
b. cacat tetap yang mengakibatkan kemampuan kerja berkurang, besarnya
santunan ditetapkan sebesar persentase dari jumlah sebagaimana
ditetapkan dalam huruf a, sebagai berikut:
1) kehilangan satu lengan : 40 %
2) kehilangan kedua lengan : 100 %
3) kehilangan satu telapak tangan : 30 %
4) kehilangan kedua telapak tangan : 80 %
5) kehilangan satu kaki dari paha : 40 %
6) kehilangan kedua kaki dari paha : 100 %
7) kehilangan satu telapak kaki : 30 %
8) kehilangan kedua telapak kaki : 80 %
9) kehilangan satu mata : 30 %
10)kehilangan kedua mata : 100 %
11)kehilangan pendengaran satu telinga : 15 %
12)kehilangan pendengaran kedua telinga : 40 %
13)kehilangan satu jari tangan : 10 %
14)kehilangan satu jari kaki : 5 %
(2)Jika awak kapal kehilangan beberapa anggota badan sekaligus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, besarnya santunan ditentukan dengan
menjumlahkan besarnya persentase, dengan ketentuan tidak melebihi
jumlah sebagaimana ditetapkan dalam ayat (1) huruf a.
Pasal 31
(1)Jika awak kapal meninggal dunia di atas kapal, pengusaha angkutan di
perairan wajib menanggung biaya pemulangan dan penguburan jenasahnya
ke tempat yang dikehendaki oleh keluarga yang bersangkutan sepanjang
keadaan memungkinkan.
(2)Jika awak kapal meninggal dunia, pengusaha angkutan di perairan wajib
membayar santunan:
a. untuk meninggal karena sakit besarnya santunan minimal
Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah);
b. untuk meninggal akibat kecelakaan kerja besarnya santunan minimal
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
(3)Santunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diberikan kepada ahli
warisnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kelima
Akomodasi Awak Kapal
Pasal 32
(1) Akomodasi awak kapal di atas kapal harus memenuhi persyaratan
keamanan dan kesejahteraan awak kapal.
(2) Penempatan, tata susunan dan pengaturan serta hubungan dengan ruangan
lain dari akomodasi awak kapal harus sedemikian rupa sehingga menjamin
keselamatan awak kapal yang cukup, perlindungan terhadap cuaca dan air
laut, dan disekat dari panas dan dingin serta kebisingan dari ruanganruangan mesin dan ruangan-ruangan lainnya, serta tidak ada pintu-pintu
langsung ke kamar tidur dari ruangan muatan, ruangan mesin atau dari
ruangan dapur dan ruangan-ruangan penyimpanan.
(3) Bagian dari sekat, harus memisahkan ruangan-ruangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dari kamar tidur dan sekat luar harus dibuat dari
baja atau bahan sejenis yang diakui dan harus kedap air dan kedap gas.
(4)Semua kamar tidur harus terletak lebih tinggi dari garis muat di lambung
kapal.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dikecualikan bagi
kapal-kapal tertentu atau kapal-kapal penumpang tertentu.
(6)Semua ruangan tempat tinggal awak kapal harus dilengkapi dengan
pencegah masuknya serangga melalui pintu-pintu, jendela-jendela dan
lubang-lubang ke dalam ruangan.
(7)Semua ruangan tempat tinggal awak kapal harus tetap dirawat dan dijaga
dalam keadaan bersih dan baik dan tidak boleh diisi dan digunakan untuk
menyimpan barang-barang lainnya.
Pasal 33
(1) Ketentuan luas lantai ruang tidur untuk setiap awak kapal adalah:
a. paling sedikit 2.00 M2 untuk kapal-kapal lebih kecil dari GT.500;
b. paling sedikit 2.35 M2 untuk kapal-kapal dengan ukuran GT.500 ke atas;
c. paling sedikit 2.78 M2 untuk kapal-kapal dengan ukuran GT.3.000 ke atas.
(2)Setiap perwira harus mempunyai satu kamar tidur untuk sendiri,
sedangkan untuk rating satu kamar tidur untuk 2 (dua) orang, kecuali di
kapal-kapal penumpang.
(3) Untuk kamar tidur rating di kapal-kapal penumpang yang satu kamar tidur
terdapat 4 (empat) tempat tidur, maka luas lantai per orang minimal 2,22
M2.

0 Komentar untuk "Cara Cek Sertifikat Pelaut Online Terbaru Desember 2023 [Rating, STIP, Barombong]"

Back To Top