EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING AND SOVING (PPS) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA


EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING AND SOVING (PPS) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

A.M.Irfan Taufan Asfar1 , Syarif Nur2 1Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Muhammadiyah Bone, Indonesia email: tauvanlewis00@gmail.com 2Program Studi Teknologi Pendidikan, STKIP Muhammadiyah Bone, Indonesia email: nursyarifnur@gmail.com 

Abstract 

Problem solving is one of main aspect in mathematic curiculum needed by sudents to implement and integrate many concept and skill of mathematic as well as making very important decision to develop conceptual understanding. In fact, mathematic learning in school does not give sufucient chance to students to improve their ability in solving the problem teachers do not encourage student to practice problem solving so that average precentage of problem solving was low. The low capability of matematic problem solving needs inovation in mathematic learning, one of them by using Problem Posing and Solving (PPS) learning model. PPS learning model allow students to relate their knowledge and their experiences, teach how to think analitically by relating real life concept so that it creates conceptual understanding and also motivates them to study. This study was quasi experimental design which aims to find out the effectivity PPS learning model toward mathematic problem solving ability of students from the result of hypothesis test using independent test of t-Test sample it was obtained the value of calculated t sig <α (0,005 < 0,05) and the result of effet size with the score as 0,801 (categorized as high effect) and average gain value as 69,91 which indicate that the implementation of PPS learning model has high effectivity in increasing students’ mathematic problem solving ability. Keywords: Development learning model, problem solving ability; mathematical ability, conceptual understanding, real life concept learning 

Abstrak 

Pemecahan masalah merupakan merupakan salah satu aspek utama dalam kurikulum matematika yang dibutuhkan siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan banyak konsep dan keterampilan matematika serta membuat keputusan yang sangat penting untuk pengembangan pemahaman konseptual. Kenyataannya, pembelajaran matematika di sekolah selama ini ku-rang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Guru tidak membiasakan siswa untuk melatih melakukan pemecahan masalah ketika proses pembelajaran sehingga rata-rata persentase kemampuan pemecahan masalah termasuk kedalam kategori rendah. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah ma-tematika membutuhkan adanya inovasi dalam pembelajaran matematika, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing and Solving (PPS). Model pembelajaran PPS pada intinya memungkinkan siswamenghubungkan pengetahuannya dengan pengalamanmereka,mengajarkan berpikir secara analitis dengan menghubungkan konsep dunia nyata sehingga menghasilkan pemahaman konseptual yang lebih baik dan pada akhirnya mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta memotivasi mereka untuk belajar. Penelitian ini adalah penelitian quasi exprimental design yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran PPS (Problem Posing and Solving) terhadap kemampuan pemecahan masalah Matematika pada siswa. Dari hasil pengujian hipotesis dengan uji independent sample t-test diperoleh nilai t hitung p < α (0,005 < 0,05) dan hasil uji effect size dengan skor sebesar 0,801 (Kategori efek besar) serta nilai peningkatan (gain) rata-rata sebesar 69,91 yang berarti penerapan model pembelajaran PPS mempunyai efektifitas tinggi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kata kunci: Pengembangan model pembelajaran, kemamampuan pemecahan masalah, kemampuan matematis, pemahaman matematika, pembelajaran konsep nyata 

PENDAHULUAN 

Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat me-merlukan pendidik yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang tetapi juga mampu mengembangkan bidang yang ditekuni. Sehingga akan melahirkan siswa-siswa yang juga mampu untuk menghasilkan ide-ide atau gagasan baru sebagai solusi alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. Pemecahan masalah merupakan merupakan salah satu aspek utama dalam kurikulum matematika yang dibutuhkan siswa untuk menerapkan dan mengintegrasikan banyak konsep dan keterampilan matematika serta membuat keputusan yang sangat penting untuk pengembangan pemahaman konseptual (Tarzimah, Thamby & Merah (2010); Kapur (2015); Ul Hassan & Jabbar (2015). Hal ini seajalan dengan standar dan prinsip dari National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yang menetapkan bahwa untuk mencapai standar isi, siswa harus memiliki lima kemampuan utama dalam matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, penelusuran pola atau hubungan, dan representasi (OECD (2012); Cope & Liza (2015). Khususnya kemampuan pemecahan masalah OECD (2017) dan Mellone, Verschaffel & Dooren (2017) menyatakan bahwa kemampuan memecahkan masalah sangat penting, bukan saja bagi mereka yang akan memperdalam matematika, melainkan juga ke-mampuan dalam memahamai dan menyelesaikan situasi dunia nyata atau kehidupan seharihari. Dalam memecahkan masalah diharapkan dapat mengembangkan kemampuan analisis, interpretasi serta cara berpikir siswa Ul Hassan & Jabbar (2015). Kenyataannya, pembelajaran matematika di sekolah selama ini kurang memberikan kesem-patan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah. Guru tidak membiasakan siswa untuk melatih melakukan pemecahan masalah ketika pembela-jaran sehingga rata-rata persentase kemampuan pemecahan masalah termasuk kedalam kategori rendah. Dampak dari proses pembelajaran seperti ini adalah siswa cenderung menyelesaikan suatu masalah dengan meniru penyelesaian masalah yang diperagakan oleh guru ketika mem-bahas soal-soal. Selain itu siswa nantinya akan kesulitan dalam menerapkan konsep-konsep untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak rutin maupun permasalahan nyata yang berkai-tan dengan konsep yang sudah dipelajari tersebut. Hal inilah yang menyebabkan rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Untuk itu, diperlukan banyak usaha untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika karena keadaan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang sejauh ini kurang menguasai aspek pemecahan masalah. Hal ini terlihat pada siswa kelas VIII beberapa SMP di Kecamatan Kahu kabupaten Bone. Hasil wawancara dengan beberapa guru matematika kelas VIII SMP, hasil belajar siswa khu-susnya pada tes kemampuan pemecahan masalah pada pelajaran matematika belum merata. Hal ini terlihat pada saat guru mengadakan kuis berupa tes kemampuan pemecahan 

masalah materi sebelumnya, rata-rata sebesar 60% siswa kelas VIII masih mempunyai kesulitan dalam memecahkan masalah matematika sehingga hasil 60% siswa dianggap belum tuntas karena be-lum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada mata pelajaran matematika yang diterapkan di sekolah, yaitu 75. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika di beberapa Sekolah Menengah Pertama membutuhkan adanya inovasi dalam pembelajaran ma-tematika, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang tepat akan membawa siswa dalam suasana pembelajaran yang menyenangkan dan memudahkan siswa menyerap materi yang diajarkan, serta meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Diantara model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemam-puan pemecahan masalah siswa adalah model pembelajaran Problem Posing and Solving (PPS). Model pembelajaran PPS pada intinya menginstruksikan siswa untuk merumuskan soal atau masalah sendiri berdasar topik yang luas, soal yang sudah dipecahkan atau informasi tertentu yang diberikan guru kepada siswa. Adanya elaborasi antara problem posing dan problem solv-ing memungkinkan siswa menghubungkan pengetahuannya dengan pengalaman mereka, mengajarkan berpikir kritis dan berpikir ilmiah secara analitis dengan menghubungkan konsep dunia nyata sehingga menghasilkan pemahaman konseptual yang lebih baik dan pada akhirnya memotivasi mereka untuk belajar (Kapur (2015); Maida, Niepel & Greiff (2017); Ponder (2017). Penelitian ini secara keilmuan akan menghasilkan model pembelajaran matematika yang bertujuan untuk mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa yang dapat digunakan guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada Sekolah Menengah Pertama (SMP).

 METODOLOGI PENELITIAN 

Desain penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian quasi eksperimental dengan desain penelitian “Nonequivalent Control Group”. Pada penelitian ini sebe-lum dimulai perlakuan baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol diberikan soal pretest untuk mengetahuai kondisi awal masing-masing kelas. Khusus kelas ekperimen, diberikan perla-kuan dengan menggunakan model pembelajaran PPS (Problem Posing & Solving). Sedangkan di kelas kontrol menggunakan model pembelajaran yang biasa digunakan guru sehari-hari da-lam pembelajaran matematika. Adapun pola desain Nonequivalent Control Group yang digunakan adalah sebagai berikut:

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik non-random sampling, dengan tipe purposive sampling yaitu sampel ditentukan secara langsung melalui pertimbangan bahwa kedua sampel memiliki karakteristik yang homogen dan dapat mewakili populasi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Kahu dengan populasi penelitian ini adalah 276 siswa kelas VIII, sampel yang pertama siswa kelas VIIIF berjumlah 28 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIB berjumlah 28 orang sebagai kelas kontrol. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes uraian sebagai hasil belajar dan observasi. Tipe tes yang akan diberikan berupa tes subyektif (bentuk uraian). Perhitungan statistik yang digunakan yaitu: Uji normalitas, Uji homogenitas, Gain-test, Independent Samples t Test serta uji Effect Size untuk mengetahui seberapa besar efektifitas model pembelajaran PPS terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa. Efektifitas penerapan model pembelajaran dapat dihitung dengan mencari seberapa besar sumbangan efektif (effect size) penarapan model pembelajaran. Sumbangan efektif (effect size) menjelaskan berapa persen sumbangan perlakuan yang diberikan dalam meningkatkan skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada kelompok eksperimen. Sumbangan efektif dihitung dengan menggunakan rumus Cohen dihitung dengan nilai rata-rata posttest dikurang rata-rata pretest dibandingkan nilai standar deviasi gabungan (Thalheimer & Cook, 2002). 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Penelitian ini dilakukan di SMPN 4 Kahu pada kelas VIII. Pemilihan siswa kelas VIII dengan maksud bahwa siswa kelas VIII telah memelajari materi phytagoras pada semester sebelumnya sehingga memungkinkan untuk dilakukan pretest atau menguji kemampuan siswa soal-soal phytagoras. Persiapan kelas sampai implimentasi tidak lepas peran serta guru mata pelajaran matematika. Langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran Problem Posing and Solving (PPS) sebagai berikut.

a. Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terli-bat aktif pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih. Selama tahap analisis dan pen-jelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan. 

b. Fase 2: Mengorientasikan siswa pada masalah melalui pemecahan atau perumusan masalah dan mengorganisasikannya untuk belajar. Guru memberikan contoh permasalahan dalam bentuk soal cerita kemudian di transfor-masikan ke dalam bentuk simbol-simbol matematis untuk dipecahkan. Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda.

 c. Fase 3: Membimbing penyelesaian secara individual maupun kelompok. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen. Setelah siswa mengumpulkan cukup data dan memberikan permasalahan tentang fenomena yang mereka selidiki, selanjutnya mereka mulai mena-warkan penjelasan dalam bentuk hipotesis, penjelesan, dan pemecahan. 

d. Fase 4: Menyajikan hasil penyelesaian pemecahan dan perumusan masalah. Guru membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. Langkah selanjutnya adalah memamerkan hasil. 

e. Fase 5: Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik sebagai evaluasi. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Akhir dari pembelajaran guru Guru reward hasil belajar individu atau kelompok. Hasil analisis data statistik diperoleh nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas kontrol pada tes awal (pretest) rata-rata nilai 13,29 sedangkan kelas eksprimen rata-rata nilai 11,38. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah pada tes akhir (post-test) pada kelas eksprimen sebesar 81,29 dengan gain 69,91 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dengan nilai rata-rata sebesar 68,98 dengan gain 55,70. Data hasil deskripsi dari hasil olahan data digambarkan berikut :


Untuk menguji apakah ada perbedaan dari dua rata-rata kemampuan pemecahan masalah antara kelas kontrol dan kelas eksperimen, terlebih dahulu data diuji normalitas dan homogenitasnya. Uji normalitas dilakukan dengan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang dianalisis dengan SPSS dengan membandingkan probabilitas (p) dengan nilai alpha (α), Kriteria pengujian adalah apabila probabilitas p > alpha (α), maka hasil tes dikatakan berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas data ditunjukkan pada tabel 1 berikut.

Setelah diketahui bahwa nilai pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas varians data. Kriteria Uji homogenitas dilakukan dengan membandingkan probabilitas (p) dengan nilai alpha (α), dengan ketentuan, jika angka signifikan lebih besar dari α (0,05), maka hasil tes dikatakan homogen.


 Berdasarkan output di atas diketahui nilai p > 0,05, sehingga dapat disim-pulkan bahwa varians kelompok kelas eksperimen serta kelas kontrol adalah sama atau homogen sehingga dapat dibandingkan. Berdasarkan hasil uji prasyarat menunjukkan bahwa data berdistribusi normal dan homogen, maka selanjutnya data dianalisis untuk pengujian hipotesis dengan statistik parametrik. Pengujian statistik parametrik dalam penelitian ini menggunakan uji t-independent test. Berdasarkan olah data diperoleh data sebagai berikut

Berdasarkan data dari t-independent test di atas, diketahui p bernilai 0,005. Karena nilai 0,005 lebih kecil dari < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa “Ha diterima”. Artinya ada perbedaan antara kemampuan pemecahan masalah matematika untuk pretest dan posttest, sehingga dapat disimpulkan pula bahwa “penerapan model pembelajaran PPS efektif meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa”. Pengujian selanjutnya yaitu menguji ukuran efek (effect size) yang berguna untuk menguji sebera besar ukuran efek perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran PPS, hasil perhitungan sebagai berikut.

Dari hasil perhitungan diperoleh sumbangan efektif pemberian perlakuan yaitu penerapan model pembelajaran PPS diperoleh effect size (d = 0,801) nilai perolehan ini berada pada kategori efek besar atau berarti penerapan model pembelajaran PPS efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 

KESIMPULAN 

Berdasarkan uji hipotesis dengan uji independent sample t-Test diperoleh p. < α (0,005 < 0,05) dengan uji dua sisi, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model pem-belajaran PPS efektif meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Kes-impulan ini diperkuat dari hasil uji effect size diperoleh skor sebesar 0,801 (kategori efek besar) dan nilai peningkatan (gain) rata-rata sebesar 69,91 yang berarti penerapan model pembelajaran PPS mempunyai efektifitas tinggi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

DAFTAR RUJUKAN 

Ersoy, Esen. 2016. Problem Solving And its Teaching in Mathematics. The Online Journal Of New Horizons In Education, 6(2), 79-87. Tarzimah, T, Thamby S, Meerah, M. Students’ Difficulties in Mathematics Problem-Solving: What Do They Say?. Procedia Social and Behavioral Sciences, 8, 142–151, 2010. Kapur, Manu. The Preparatory Effects of Problem Solving Versus Problem Posing on Learning From Instruction. Journal Learning And Instruction, 39, 23-31, 2015. Ul Hasssan, M. Jabbar, A. Development of The Mathematics Curriculum and Role of Predicament/Problem Solving. International Journal of Educational Research and Technology, 6 (1), 90-92, 2015. OECD. 2017. Pisa 2015 Draft Collaborative Problem Solving Framework. https://Www.Oecd.Org/Pisa/Pisaproducts/Draft%20pisa%202015%20collaborative%20problem %20solving%20framework%20.Pdf. Mellone. M, Verschaffel. L, Dooren, W. The Effect Of Rewording and Dyadic Interaction on Realistic Reasoning in Solving Word Problems. Journal of Mathematical Behavior, 46, 1–12, 2017. Sarmiento, V Iglesias, Alfonso M D, Conde, A. 2017. Mathematical Learning Disabilities and Attention Deficitand/or Hyperactivity Disorder: A Study of The Cognitive Processes Involved in Arithmetic Problem Solving. Journal Research in Developmental Disabilities, 61, 44–54 Vaisikahre et al. 2015. Effectiveness of Problem Solving Training on Self Concept Academic High School Students in Holillan Kahreh. International Journal of Educational & Psychological Research, 1(2), 131-134. Maida Mustafic. M, Niepel. C, Greiff. S. Assimilation and Contrast Effects in The Formation of Problem-Solving Self-Concept. Journal Learning and Individual Differences, 54, 82–91, 2017. Thalheimer, W., & Cook, S. How to Calculate Effect Size from Published Research Articles: A Simplified Methodology, 2002. http://work-learning.com/effect_size.html.
0 Komentar untuk "EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM POSING AND SOVING (PPS) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA"

Back To Top