PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK PADA MATA PELAJARAN TEKNIK ELEKTRONIKA DASAR
S1 Pend. Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email: m.fahmiannurdin@gmail.com Meini Sondang S. Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya Email: meini.sondang@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran teknik elektronika dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya. Hasil belajar dan aktivitas siswa tersebut dibandingkan untuk mengetahui model pembelajaran dengan hasil yang terbaik. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jenis penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah Nonequivalent Control Group Design yang termasuk kategori Quasi Experimental Design. Pengambilan sampel untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak dipilih secara acak, Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share, sedangkan untuk kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional. Data penelitian berupa hasil belajar siswa diambil dengan teknik tes yang berupa pilihan ganda dan uraian. Hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil uji-t dimana t hitung > t tabel dengan taraf signifikansi α = 0,05 yakni hasil belajar kelas eksperimen diperoleh t hitung sebesar 2,78 dan t tabel sebesar 1,67 dan siswa yang menggunakan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share lebih aktif dibandingkan model pembelajaran konvensional yaitu sebesar 85,30% untuk kelas eksperimen dan 77,08% untuk kelas kontrol. Kata Kunci: Model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share, Model pembelajaran konvensional, Hasil belajar siswa.
Abstract
This research aims to find out differences of student achievement and student learning activities, for student with problem solving learning model type search, solve, creat and share compared by conventional learning model in basic of electronics subject in X TAV Classroom of SMK Negeri 2 Surabaya. both of student achievement and student learning activities are compared to determine which one the learning models with the best result. This research used experiments of research. The design is a nonequivalent control group design that included the category of Quasi Experimental Design. Sampling for the experimental class and the control class, not randomly chosen, the experimental class of problem solving learning model type search, solve, create, and share, while for control class using conventional learning models. Research data were taken in the form of student learning achievement with techniques test such as multiple-choice tests and descriptions. The results of the research and analysis of the data shows that the problem solving learning models type search, solve, create, and share better than conventional learning models. This is evidenced by the results of t-test where t count > t table with a significance level α = 0.05 the student achievement in experimental class obtained 2.78 for t count and 1.67 t table and student with problem solving learning models type search, solve, create, and share more active in learning than the student with conventional learning models, its determine by 85,30% for experiment class and 77,08% for control class. Keywords: Problem solving learning models type search, solve, create, and share, conventional learning models, student achievement.
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin pesat serta derasnya informasi di era globalisasi ini, merupakan tantangan bagi kita semua. Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas diperlukan untuk menghadapi tantangan tersebut. Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan pendidikan. Mengingat pentingnya pendidikan bagi suatu negara, serta fungsi pembelajaran dalam pendidikan, maka panduan untuk merumuskan tujuan pembelajaran diperlukan oleh para praktisi pendidikan. Berdasarkan undang-undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 1) menyebutkan bahawa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembeajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan negara”.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakara, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini tercipta jika para guru menguasai beberapa model pembelajaran baik secara teoritis maupun dari segi praktis. Pembelajaran inovatif diharapkan dapat lebih membangkitkan semangat dan aktifitas siswa dalam belajar, supaya kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum dapat dicapai oleh siswa. Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi pembelajar dan kreatifitas pengajar. Pembelajar yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan pengajar yang mampu menfasilitasi motivasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat peserta didik mudah mencapai target belajar. Suasana belajar dan pembelajaran diarahkan agar siswa dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus berorientasi kepada siswa sehingga siswa bukan lagi sebagai individu pasif yang hanya menerima informasi, akan tetapi siswa sebagai individu aktif yang memiliki potensi untuk berkembang. Berdasarkan hasil wawancara di SMK Negeri 2 Surabaya, siswa belum sepenuhnya memahami materi rangkaian flip-flop yang disampaikan oleh guru dengan baik. Ini dikarenakan masih digunakannya pembelajaran konvensional atau ceramah yang hanya terpusat pada guru, sehingga siswa merasa bosan dan siswa kurang bisa mengikuti pelajaran dengan baik. Siswa kurang termotivasi untuk aktif menggali pengetahuan yang mereka pelajari dan akhirnya dapat menghambat mereka untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan gagasannya dalam pembelajaran. Pada hakikatnya, pembelajaran tidak cukup memahami dan menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang “mengapa hal itu terjadi”. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share (SSCS) menjadi sangat penting untuk diajarkan. Sedangkan untuk pemilihan materi rangkaian flip-flop, hal ini dikarenakan pada materi ini banyak sekali siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep dasar dari rangkaian flip-flop tersebut. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep ilmu, yaitu model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share (SSCS). Model pembelajaran ini melibatkan siswa dalam menyelediki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. Hal ini tercermin dalam setiap fase pembelajarannya. Seperti yang dipaparkan oleh Pizzini (1991), bahwa model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share (SSCS) mempunyai empat fase, yaitu fase search, solve, create, dan share. Pertama adalah fase search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah (recognize the problems). Kedua adalah fase solve yang bertujuan untuk mengembangkan rencana (developing a plan) penyelesaian masalah (solving problems) dan melaksanakan rencana (implement the plan). Ketiga adalah fase create yang bertujuan untuk menghasilkan solusi (create products or idea) serta mengevaluasi proses dan solusi yang telah diperoleh (evaluation of processes and solution) atau dengan kata lain memeriksa kembali. Kemudian keempat adalah fase share yang bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian masalah yang mereka peroleh (share their result) dengan cara melakukan presentasi (presentation). Di dalam model pembelajaran tersebut siswa melakukan berbagai macam aktifitas pada setiap fasenya untuk memecahkan masalah yang diberikan. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan di SMK Negeri 2 Surabaya berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Search, Solve, Create, And Share Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknik Elektronika Dasar Kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya”. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan beberapa rumusan masalah antara lain sebagai berikut (1) Apakah hasil belajar siswa dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share lebih baik daripada model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran teknik elektronika dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya?, (2) Bagaimana aktifitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran teknik elektronika dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya?. Penelitian ini pembelajarannya dibatasi pada mata pelajaran Teknik Elektronika Dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya dengan kompetensi dasar menerapkan macam-macam rangkaian flip-flop dan menguji macammacam rangkaian flip-flop.
Hasil belajar siswa meliputi ranah kognitif dan ranah psikomotor. Untuk ranah kognitif terdapat pada LP3 Pengetahuan, LP4 keterampilan proses, soal pretest dan soal posttest yang diberikan setelah melaksanakan pembelajaran. Untuk ranah psikomotor terdapat pada LP5 keterampilan psikomotor. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran teknik elektronika dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya, (2) Untuk mengetahui aktifitas siswa selama mengikuti proses pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan model pembelajaran konvensional pada mata pelajaran teknik elektronika dasar di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya. Pizzini (1991) menjelaskan bahwa penggunaan model pembelajaran SSCS membantu guru dalam mengembangkan pemikiran kreatif. Model pembelajaran problem solving SSCS melibatkan siswa dalam menjelajahi situasi baru, mempertimbangkan pertanyaan menarik, dan pemecahan masalah realistis. Dalam penggunaan model pembelajaran problem solving SSCS, siswa menjadi aktif terlibat dalam penerapan isi, konsep, dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Secara Garis besar model pembelajaran SSCS itu efektif, praktis, dan mudah diaplikasikan. Pada tahap search siswa mencari permasalahan tentang pokok bahasan yang akan mereka selidiki. Selanjutnya tahap solve siswa mulai mendesain dan melaksanakan penyelidikan untuk menyelesaikan permasalahan yang mereka teliti. Kemudian pada tahap create siswa menganalisis dan menafsirkan data dari masalah yang mereka teliti dengan cara mereka sendiri. Dan tahap share ini siswa menyampaikan hasil penelitian serta mengevaluasi hasil penelitian mereka. Gambar 1 merupakan siklus dari tahapan model pembelajaran problem solving SSCS.
Sasaran dari problem solving SSCS itu sendiri menyediakan kerangka bagi guru yang menekankan berbagai minat siswa, menanamkan kemampuan berfikir tingkat tinggi ke dalam kurikulum ilmu, aktif melibatkan semua siswa pada pembelajaran, dan menanamkan pemahaman tentang hubungan antara pengetahuan, teknologi, dan masyarakat dengan fokus pada masalah personal, relevan, dan nyata. Model pembelajaran problem solving SSCS juga menyediakan kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam proses pemecahan masalah, belajar dan memperkuat konsep ilmu dasar, memanipulasi informasi ilmiah, menggunakan kemampuan berfikir tingkat tinggi, lebih memanfaatkan alat-alat ilmu pengetahuan, memahami bagaimana ilmu pengetahuan diciptakan dan tumbuh, bekerja sama dengan orang lain, dan menggabungkan beberapa ilmu secara keseluruhan. Peran guru pada fase search yaitu menciptakan suasana yang dapat menimbulkan pertanyaan atau masalah, mengarahkan siswa agar berpikir tentang apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang perlu dicari, serta memandu siswa dalam melakukan curah pendapat. Pada fase solve guru memandu siswa dalam menyelidiki apa yang ditanyakan dengan menggunakan berbagai macam cara, memandu siswa dalam mengembangkan rencana, memandu siswa dalam melakukan curah pendapat dalam mencari semua cara yang mungkin untuk dapat menyelesaikan masalah, dan membantu siswa mengaitkan pengalaman sebelumnya dengan ide, pendapat atau gagasan siswa tersebut. Kemudian fase create guru mendiskusikan kemungkinan penetapan audien dan audiensi serta memandu siswa dalam membuat persiapan untuk presentasi. Untuk tahap share guru mendorong siswa dalam melakukan presentasi dengan mengikuti presentasi dan memfasilitasi proses diskusi, memberikan komentar yang positif mengenai presentasi dan hasil penyeledikan siswa serta mengevalusi hasil penyeledikan siswa secara umum. Model pembelajaran konvensional atau istilah lainnya disebut metode ceramah adalah model pembelajaran yang boleh dikatakan model tradisonal karena sejak dulu model ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Dalam pelaksanaan ceramah untuk menjelaskan uraiannya, guru dapat menggunakan alatalat bantu seperti gambar dan audio visual (Sagala, 2011: 201). Menurut Oemar Hamalik (2008: 41) definisi pembelajaran konvensional, pembelajaran terjadi hanya jika peserta didik menghubungkan informasi dengan pengalamannya. Dengan demikian dipahami bahwa pembelajaran konvensional adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa (Djamarah, 2006: 97).
Menurut Suprijono (2009: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan. Sementara itu, Bloom (dalam Uno, 2011: 211) dalam taksonominya terhadap hasil belajar mengkategorikan hasil belajar pada tiga ranah, yaitu (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif dan (3) ranah psikomotor. Domain afektif mengacu pada respon sikap, sedangkan ranah psikomotor berhubungan dengan perbuatan fisik. Domain kognitif mengacu pada respon intelektual seperti mengingat, memahami/ mengerti, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Untuk memperoleh suatu ilmu pengetahuan alangkah baiknya jika siswa dalam memperoleh ilmu tersebut dilakukan secara aktif sehingga akan lebih bermakna bagi mereka. Kegiatan pembelajaran yang bermakna bagi siswa tentunya akan memberikan dampak yang positif dalam hal memahami dan mengingat ilmu pengetahuan tersebut. Hal ini terkait dengan proses kerja otak manusia yang secara alamiah selalu mencari makna. Apalagi pendekatan pembelajaran yang saat ini dipakai adalah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center approach). Hal ini berarti bahwa dalam pembelajarannya siswa dituntut untuk aktif dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Aktif di sini artinya siswa melakukan berbagai aktifitas baik secara fisik maupun mental serta bisa juga aktifitas yang dapat dilihat secara kasat mata maupun tidak secara kasat mata. Jadi, intinya ada banyak sekali berbagai aktifitas siswa dalam pembelajaran. METODE Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Quasi Experimental Design dengan cara Nonequivalent Control Group Design. Bentuk desain eksperimen ini merupakan pengembangan dari True Experimental Design yang sulit dilaksanakan. Quasi Experimental Design digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian. Desain penelitian ini hampir sama dengan Pretest-Posttest Control Group Design, hanya pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Desain penelitian digambarkan sebagai berikut.
Keterangan: O1 dan O3 = Pretes; O2 dan O4 = Posttest; X = Pemberian perlakuan yakni model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share. Prosedur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu, (1) Persiapan penelitian. Sebelum melakukan penelitian, hal-hal yang dipersiapkan peneliti adalah sebagai berikut. a) Menyiapkan proposal penelitian, memilih materi yang sesuai dengan judul penelitian, dan menentukan waktu serta tempat penelitian; b) Berkonsultasi dengan dosen pembimbing tentang proposal penelitian dan materi yang sesuai dengan judul penelitian; c) Berkonsultasi dengan guru mitra tentang jadwal penelitian dan hal-hal yang berkaitan dengan pembelajaran; d) Menyiapkan dan mengembangkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian; e) Validasi perangkat penelitian dan instrument penelitian yaitu validasi yang dilakukan oleh validator ahli. (2) Pelaksanaan penelitian. Pada pelaksanaannya, sampel penelitian diberikan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan model pembelajaran konvensional pada Kompetensi Dasar menerapkan macam-macam gerbang dasar rangkaian logika dan membangun macam-macam gerbang dasar rangkaian logika di kelas X TAV SMK Negeri 2 Surabaya. Penelitian dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Pertemuan pertama dilakukan persiapan dan perundingan pembentukan kelompok serta memberikan penjelasan serta memberikan penjelasan apa yang akan dilakukan selama pembelajaran pada hari berikutnya dan diberikan pretest. Pertemuan kedua dan ketiga kegiatan belajar mengajar dan pertemuan terakhir dilakukan tes hasil belajar (posttest). (3) Penyajian hasil penelitian. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah analisis data, revisi dan penyusunan laporan penelitian. Pada penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang meliputi: (1) Metode Tes, jenis tes yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan bentuk pilihan ganda dan esai. Tes digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar kognitif siswa dengan memberikan butir-butir soal kemudian dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar menurut Standar Ketuntasan Minimal (SKM) yang berlaku di SMK Negeri 2 Surabaya, tujuannya untuk mengetahui perbedaan hasil belajar antara siswa dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hasil belajar kognitif dengan metode tes meliputi pretest, posttest, LP 3, dan LP 4. (2) Metode observasi, dalam penelitian ini metode observasi digunakan untuk mengamati dan menilai perilaku siswa sesuai dengan LP 1, LP 2, dan LP 5, serta lembar pengamatan aktifitas siswa untuk mengetahui seberapa banyak aktifitas yang dilakukan oleh siswa selama proses belajar dengan model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan model pembelajaran konvensional.HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis validasi perangkat pembelajaran model pembelajaran problem solving search, solve, create, and share dan model pembelajaran konvensional, yang terdiri dari (a) RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), (b) Lembar Kerja Siswa, dan (c) Soal Evaluasi. Maka peneliti melakukan validasi pada Dosen jurusan Teknik Elektro dan guru SMK Negeri 2 Surabaya untuk mengetahui tingkat kelayakan pada perangkat tersebut. Hasil dari validasi yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
Analisis validitas butir soal dilakukan sebelum melakukan penelitian. Analisis validitas butir soal bertujuan untuk mengetahui tingkat kevalidan soal yang akan dijadikan evaluasi post-test pada kelas X AV 1 dan X AV 2 di SMK Negeri 2 Surabaya. Analisis butir soal dilakukan dengan mengujikan 40 soal pilihan ganda dan 4 soal esai pada kelas XI AV 1 SMK Negeri 2 Surabaya dengan jumlah siswa sebanyak 35 siswa. Soal pos-test butir soal pilihan ganda diambil dari butir soal yang dinyatakan valid yaitu 35 soal pilihan ganda. Soal yang gugur tidak digunakan pada soal posttest karena soal dinyatakan tidak baik dan kurang efektif. Hasil pengujian tes pilihan ganda dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Validitas Butir Soal, Validitas butir soal perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas soal tes dalam sebuah penelitian. Berdasarkan tabel product moment nilai Rxytabel = 0,334 untuk N=35 dengan α=0,05 dan didapatkan hasil soal pilihan ganda Rxyhitung = 0,85. Dengan demikian butir soal dikatakan valid apabila mempunyai Rxyhitung lebih besar dari Rxytabel. Hasil perhitungan validitas butir soal menggunakan anatesV4 disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan rekapitulasi hasil validasi yang telah dibahas pada Tabel 3, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dikategorikan sangat layak. Sesuai dengan skala Likert (Riduwan, 2006: 13) bahwa instrument penelitian dinyatakan sangat layak apabila mempunyai angka 81% - 100%
0 Komentar untuk "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SMK PADA MATA PELAJARAN TEKNIK ELEKTRONIKA DASAR"